Isbedy Stiawan ZS
Tentu saja dengan tertaih-tatih lantaran uzur dan “memikul beban tiada tara” menuju TPS, menunggu panggilan, menerima lembar surat suara pileg dan pilgub, kemudian masuk bilik mencoblos, keluar, dan mencelupkan jari kelingking di botol tinta. Setelah itu pulang.
Di rumah Mbah Yusuf merasa puas, layaknya berahi yang sudah disalurkan. Dia tersenyum dengan segelas kopi tidak begitu manis. Menunggu penghitungan suara yang dilakukan sore hari. Saat penghitungan, dia kembali ke TPS layaknya seorang saksi duduk di antara warga dan petugas KPPS lainnya.
Mbah Yusuf kembali puas. Dia tersenyum sesekali bersenandung meski tak terdengar oleh warga lainnya. Pasalnya, calon gubernur dan calon wakil gubenrur yang dicoblok menang di TPS itu. “Inilah gubernur masa depan, anak muda yang ganteng. Senyumnya itu lo…” gumam Mbah Yusuf.
Mbah Yusuf bukan pengidap kelainan seks. Tetapi, perasaannya tahu benar, cagub muda dan ganteng ini memang disukai ibu-ibu muda. Bahkan, isterinya yang sudah layu dan layur pun pernah memuji kegantengan cagub ini.
“Kalau dia mau sama aku, sudah kuceraikan mbah…” canda sang isteri pada malam hari menjelang pencoblosan.
Mbah Yusuf tidak tersinggung, ia hanya senyum-senyum. Mana mungkin cagub ganteng itu mau sama kau, gumam Mbah Yusuf. Tetapi, Mbah Yusuf menimpali isterinya dengan canda lagi, “Kalau Luna Maya mau kunikahi, akan kutinggalkan juga kamu… hehehe…”
Sang isteri merajuk. Masuk kamar dan tidur. Dalam tidurnya ia bermimpi: cagub ganteng dan manis kala tersenyum yang terpampang di alat peraga kampanye itu keluar sebagai pemenang dalam Pemilihan Gubernur 2014.
Subuh-subuh Mbah Yusuf dan isterinya sudah mandi. Menikmati segelas kopi tak begitu manis, siap-siap ke TPS sebelum matahari menyengat.
*
Mbah Yusuf termasuk orang yang sangat bahagia. Seperti juga para TS, sebagai simpatisan ia turut bersukacita untuk kemenangan cagub ganteng dan manis itu. Tetapi, berbeda dengan tim sukses (TS), Mbah Yusuf tak akan mendapatkan apa-apa dari kemenangan ini sebagai balas jasa. Mbah Yusuf tetap berlindung di dalam rumah gubuk: atap alakadar dan dinding sudah banyak yang bolong.
Di rumah, yang boleh dibilang tak layak huni itu, Mbah Yusuf hidup menjalani kehidupannya dengan bahagia. Di rumah itu pula, suatu petang ia mengundang seorang anak tetatangga yang sudah pandai menulis karena suah “makan sekolah” untuk mendengarkan ia bicara sambil menulis di secarik kertas. Sepucuk surat-nasihat buat gobernur yang diyakininya menang dalam pilgub.
Surat-nasihat itu berbunyi:
Gubernurku yang ganteng dan manis, salam hormat dan salam kemenangan…
Sebentar lagi cucuku akan dikukuhkan, lalu menduduki kursi gubernur. Alangkah semakin gagahnya cucu di kursi itu. Tetapi jangan terbuai dengan kursi empuk dan ruangan yang harum itu, berbeda dengan bau yang ada di rumah mbah ini.
Jutaan rakyat selalu menunggu apa yang cucu janjikan. Jutaan penduduk juga masih tetap mengharapkan kemurahan dan kedermawanan cucu pada saat sebelum pencoblosan. Senyum manis cucu akan selalu kami rindukan.
Mbah ingin pada cucu, jadilah gubernur yang ligat, tanggap, dan tetap peduli pada orang-orang miskin dan papa. Kota sudah tidak perlu lagi digincuin karena memang sudah mewah, tetapi kampung, dusun, dan orang-orang miskin yang perlu cucu bantu.
Jalan-jalan masih banyak yang rusak parah, padahal dengan jalan yang mulus para petani bisa mudah membawa hasil pertanian ke daerah lain. Jangan sering membebaskan lahan pertanian milik rakyat untuk pembangunan dan kemegahan. Jangan pula menyabot tanah warga untuk melebarkan usaha para pengusaha besar. Bahkan, kalau perlu berikan lahan milik perusahaan yang sudah keliwat lebar dan ternyata dulunya milik rakyat kepada pemiliknya yang sah.
Para pengusaha yang enggan membayar pajak, sebaiknya cucu seret ke pengadilan. Jangan dibiarkan tauke itu mungkir pajak, kalau dia ngumpet-ngumpet saat ditagih tunggakan pajaknya maka tutup saja perusahannya. Biar nyaho dia.
Lalu, ingat cucu, jangan tebarkan dendam, jangan pula berubah perangaimu. Tetapilah selalu tersenyum, bagai anak lugu, sehingga kegantenganmu tak akan pudar. Rengkuh dan peluklah para lawan-lawanmu sebelumnya. Mereka juga adalah kekuatanmu.
Sebab yang mbah tahu, biasanya kalau sudah menduduki jabatan, balas dendam dan balas budi selalu diterapkan. Misalnya, mencopot para pejabat di bawahmu karena dulunya tidak mendukungmu atau perolehan suaramu di suatu wilayah jeblok. Lalu mengangkat pejabat baru yang memang sengaja mendukungmu.
Padahal, pejabat yang kamu copot lebih baik dari orang yang bau diangkat. Atau pejabat baru itu belum tentu lebih bagus dibanding orang yang sudah memegang jabatan itu. Ingat cucu, merangkul bekas-bekas lawan jelas untuk memperkuat dirimu. Kanjeng Nabi Muhammad tidak pernah memusuhi dan membenci lawan-lawannya.
Mbah pernah dengar, belum dilantik saja, sudah ada pejabat di kecamatan yang dicopot sebab suara untuk seorang cagub-cawagub jeblok. Ini berbahaya cucu, bisa melunturkan simpati rakyat. Apalagi menggusur ataupun tidak membuat program pembangunan di daerah yang waktu pencoblosan tidak mendukungmu.
Rakyat punya pilihan, dan yakinlah rakyat tetap menerima cagub-cawagub yang menang. Bagaimana pun rakyat tidak mungkin akan lari dari kenyataan: kau adalah gubernurnya. Seperti juga, rakyat tak akan keluar dari bumi ini meski dia membenci Tuhan. Dan pada suatu ketika, manusia akan tetap mengakui Tuhan adalah yang menciptakan dirinya…
Hanya ini saja surat-nasihatku pada cucu, sebelum benar-benar menjadi gubernur. Tetap istikomah, tawadu. Bersabarlah, tebarkanlah cinta-kasih. Tenangkan dirimu, meski ada orang-orang yang hendak menggugatmu karena kemenanganmu dalam pilgub.
Salam dari Mbah Yusuf di gubuk reyot ini, di sebuah dusun yang belum pernah merasakan arti pembangunan, di tengah-tengah lahan perkebunan yang tanahnya milik rakyat namun telah dicaplok pengusaha tauke kakap…
Mbah Yusuf
No comments: