Di tengh-tengah praktik culas para caleg yang memainkan segala cara untuk menjadi wakil rakyat, caleg yang lugu dan hanya percaya pada kejujuran orang lain dipastikan akan 'lewat'.Perolehan suaranya akan mudah dicuri oleh caleg lain. Memang, mungkin saja yang melakukan pencurian bukan langsung si caleg yang hobi mencuri, tetapi bisa melalui trik khusus. Yakni bekerja sama dengan penyelenggara pemilu di tingkat bawah: PPS, KPPS, PPK.
Bagaimana dengan jaminan formulir C1 berhologramdi yang dipakai merekap suara di tingkat TPS yang diklaim KPU akan menjamin kecurangan tidak terjadi? Lupakan itu.
Pencuri lebih lihai. Hologram toh hanya untuk penghitungan di TPS. Lagi pula tidak ada sistem penyelenggaraan Pemilu yang menjadi suara dari TPS akan aman sampai ke tingkat lebih atas (KPPS, PPK,KPU Kota/Kabupaten, KPU Provinsi). Panwaslu tidak akan mungkin memelototi hasil suara dari TPS hingga KPU. Para komisioner KPU pun mudah 'buang badan' dan tidak mau susah payah. Yang penting hasil akhir. Tak pedulu apakah hasil akhir perolehan suara itu merupakan hasil mengambil suara caleg lain atau tidak.
Menariknya, pencurian suara Pemilu acap tidak dilakukan dilakukan di partai lain tetapi di dalam partai sendiri. Artnya, baik pencuri maupun yang dicuri ya suara caleg yang berasal dari partai yang sama.
Di Lampung Timur, misalnya, caleg Gerindra Conie Sema suaranya banyak yang hilang. Hal yang sama juga terjadi di banyak tempat. Sayangnya, tidak semua caleg mau repot-repot mengecek perolehan suaranya sejak di TPS hingga PPK dan KPU.
Sebaliknya, di Tulangbawang Barat caleg Partai Denokrat perolehan suaranya menggelembung, sementara caleg lain suaranya banyak berkurang. Berikut ini data suara caleg DPR RI dari Partai Demokrat di Tulangbawang Barat hasil rekap di tingkat desa dan kecamatan. Bisa dilihat bagaimana perolehan suara masing-masing caleg bisa berubah ketika sudah sampai di tingkat kecamatan. (Oyos Saroso HN)
No comments: