» » » Gunung Sinabung: Bangun Setelah Tidur 400 Tahun*

Rovicky Dwi Putrohari**

Gunung Sinabung (dok CNN)
Meletusnya Gunung Sinabung di Sumatra sangat mengagetkan. Tidak seperti biasanya sebuh letusan gunung didahului dengan tanda-tanda sebelumnya. Tetapi Sinabung yang masuk kategori B ini tidak mendapatkan perhatian seperti gunungapi tipe A. Aktivitasnya ini telah menunjukkan bahwa dirinya bukanlah gunung mati.

Letusan terakhir dalam catatan sejarah, gunung ini meletus pada tahun 1600. Gunung yang memiliki ketinggian 2,460 m (8,071 ft) ini telah memuntahkan lava serta debu dan pasir volkaniknya ke udara pada tanggal 29 Agustus 2010 tengah malam pukul 00.10 WIB.

Karena tidak aktif selama ratusan tahun, gunung yang berketinggian 2.460 meter di atas permukaan laut itu digolongkan bertipe B. Contoh lain dari gunung tipe tersebut adalah Gunung Merbabu yang berdampingan dengan Gunung Merapi di Yogyakarta serta Gunung Sibayak di Sumut. Perlu diketahui bahwa di lereng Gunung Sibayak ini terdapat pembangkit panasbumi. Tentusaja mengetahui status gunung ini menjadi sangat vital.

Menurut Pak Surono (mantan kepala Badan Geologi), gunung tipe B adalah gunung api yang tidak mempunyai karakter meletus secara magmatik. Berdasarkan prioritas ancaman, gunung tipe B tidak dipantau secara rutin. Akan, tetapi bukan berarti gunung di Indonesia dengan tipe B ini tidak diamati. Hanya skala prioritasnya lebih rendah dari gunungapi tipe A.


Laporan Perkembangan Aktivitas Gunungapi Sinabung 

Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terlihat bahwa gunung ini berkembang sangat cepat.

Gunung Sinabung saat 'tenang' (dok Rovicky)
Aktivitas letusan dan sifat Gunungapi Sinabung tidak pernah tercatat, oleh karena itu tidak diketahui aktivitas letusannya. Karena letusannya tidak pernah tercatat sejak tahun 1600, maka G. Sinabung dikelompokkan dalam tipe B, dan tidak dilakukan pemantauan secara terus-menerus. Selama ini aktivitas G. Sinabung terpantau hanya berupa manifestasi solfatara dan fumarola di dalam kawah aktif. Bahkan, gunung ini sering didaki dan memiliki pemandangan sangat indah.

Selama dua hari sebelumnya berdasarkan informasi Tim yang berada di lapangan dilaporkan pada tanggal  28 Agustus 2010 pada pukul 08.00 – 16.00 WIB, secara visual terpantau asap putih tipis, ketinggian sekitar 20 meter dengan tekanan lemah hingga sedang. Kemudian pukul 16.00 – 19.00 WIB, G. Sinabung tertutup kabut. Sedangkan pengamatan pukul 19.00 – 24.00 WIB, tidak terpantau adanya asap dari kawah aktif.

Dengan demikian G. Sinabung tidak menunjukkan adanya tanda-tanda peningkatan kegiatan yang menjadikan kita siap-siap. Namun pada 29 Agustus 2010 tengah malam pukul 00.08 WIB, terdengar suara gemuruh. Dengan aktivitas tersebut maka G. Sinabung diubah tipenya dari tipe B menjadi tipe A dan statusnya dinyatakan AWAS terhitung pukul 00.10 WIB tanggal 29 Agustus 2010. Hal ini karena pada pukul 00.10 WIB setelah berkoordinasi dengan tim di lapangan, diputuskan dilakukan pengungsian masyarakat yang bermukim dan beraktivitas pada radius 6 km dari kawah aktif.

Sekitar pukul 00.12 WIB, tampak asap letusan dengan ketinggian 1.500 meter dari bibir kawah.
Kalau dibandingkan dengan Gunung Kelud yang “gagal” meletus sebelumnya telah menunjukkan tanda-tanda dalam waktu yang cukup lama  bahkan sempat dituliskan dalam beberapa dongengan.

Dengan adanya aktifitas yang sangat mendadak ini maka Tim Tanggap Darurat telah berada di lapangan (Desa Bekerah Cimacem, Kecamatan Namanteran) sejak 28 Agustus 2010 dan telah berkoordinasi dengan pejabat terkait dari Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Karo. Tim ini  memasang peralatan pemantauan dan mengikuti perkembangan aktivitas G. Sinabung secara cermat. Dan karena G. Sinabung dalam status AWAS maka akan dilaporkan perkembangan aktivitasnya setiap 6 jam.

Direktorat Volkanologi memberikan himbauan kepada masyarakat sbb:


  1. Masyarakat yang bermukim dan beraktivitas dalam radius 6 km dari kawah aktif agar diungsikan ke tempat yang aman; (2) Jika terjadi hujan abu cukup deras, agar masyarakat menggunakan masker penutup hidung dan mulut serta menutup sumber air untuk keperluan minum.
  2. Mengingat G. Sinabung tidak diketahui aktivitas dan sifat letusannya, maka masyarakat agar bersabar mengikuti arahan Pemerintah Daerah (BPBD/Satlak/Satkorlak) dan Pemerintah Daerah agar senantiasa berkoordinasi dengan Tim ahli di lapangan.
  3. Mengingat saat ini di wilayah sekitar G. Sinabung sering turun hujan, agar masyarakat yang bermukim di bantaran sungai yang berhulu di puncak G. Sinabung agar mewaspadai kemungkinan terjadinya bahaya sekunder berupa banjir lahar.


Sampai Kapan?

Pak Surono tidak dapat memastikan kapan letusan ini akan berakhir. Namun beliau menyampaikan bahwa para pengungsi sudah dipindahkan ketempat yang aman.

Banyak pertanyaan kalau Philipina bisa memperkirakan meletusnya Pinnatubo dengan baik, kenapa ini tidak bisa ? Bukankah kita memiliki gunung api lebih banyak sehingga lebih banyak belajar ?

Ini mirip mengawasi 100 anak-anak. Tentunya hanya anak yang penyakitan dan sering mengeluh panas saja yang diukur suhu badannya pakai termometer. Kalau ngga ada keluhan ya ngga dipasangi termometer. Ini fenomena keterbatasan sumberdaya manusia, alat, dan ‘waktu’. Kalau tidak ada keluhan, dalam proses prioritasi, tentunya menjadi tipe B. Anak yang dikenal sakit-sakitan (tipe A) akan mendapat prioritas pengawasan. Nah, ini si anak B kalau tiba-tiba pulang sekolah kehujanan cukup lama, akhirnya juga akan sakit batuk-batuk.

Pinatubo itu menunjukkan gejala cukup lama. Yang perlu dicatat Pinatubo didahului gempa 7.7Magnitude pada bulan juli 1990 dan mulai aktif maret 1991 dimana akhirnya meletus pada Juni 1991.

*Tulisan ini dibuat sebelum terjadi erupsi 2013 dan 2014.

** Penulis adalah seorang geolog

Sumber: www.rovicky.wordpress.com

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply