» » » » “Pendar Plasma” Marina Novianti Diluncurkan Minggu



Isbedy Stiawan ZS/Teraslampung.com


Jakarta—Kumpulan puisi Pendar Plasma karya Marina Novianti diluncurkan esok (Minggu, 18/5) siang di PDS HB Jassin. Buku terbitan Teras Budaya ini akan didiskusikan dengan menghadirkan Akidah Gauzilah, dan pembacaan puisi Marina oleh pembaca puisi antara lain Remmy Novaris DM, Aang Jasman, dan penyairnya sendiri.

Puisi-puisi dalam Pendar Plasma ini dibagi dalam tiga subjudul: interstellar, ionisasi, dan aurora. Buku yang menghimpun 57 puisi ini adalah buku puisi kedua dari penyair yang menyukai musik.

Menurut Marina, peluncuran buku puisinya Minggu (18/5) akan menghadirkan para penyumbang catatan (endorsemen) dan pemakalah--Akidah Gauzila--untuk berbagi ilmu dan apresiasi terhadap puisi-puisinya.

Bahkan, kata Marina, seorang penyair berkebangsaan Belanda akan hadir untuk membacakan puisinya dalam bahasa Inggris. “Ya, ia telah konfirmasi akan datang,” kata Marina gembira.

Mengenai puisi-puisi Marina, novelis Saut Poltak Tambunan mengatakan, kelincahan Marina bermain diksi pada puisi-puisinya yang relatif pendek, melengkapi keliaran imajinya yang kaya dengan metafora.

“Bangunan puitika yang dia bingkai dalam kegelisahan kreatif membuat setiap larik pusinya sangat kontemplatif. Marina Novianti layak untuk diperhitungkan sebagai pendatang baru dalam kepenyairan negeri ini,” tulis Saut Poltak Tambunan dalam endorsemen sambil mengutip baris puisi Marina:  “Nanti, bila waktuku tiba, kutahu kemana harus melangkah,”

Sementara Ariany Isnamurti menilai 57 puisi dalam buku ini pada umumnya banyak bermain dengan kata kata. Bahkan terdapat penggunaan kata-kata bahasa daerah yang dianggap lebih sesuai dengan makna yang akan disampaikan.

“Secara umumnya puisi yang terdapat dalam buku ini merupakan ungkapan kekecewaan dan keresahan dalam kehidupan dan hubungan antarmanusia, dan untuk itu menganggap bahwa hubungan yang penuh kedamaian hanyalah hubungan dengan Tuhan,” kata Ariany.

Sedangkan penyair Nanang R. Supriyatin mengatakan, ada keberanian beberapa penyair wanita dalam menulis teks-teks puisi yang transparan dan subtantif dalam hal membuka aura kewanitaan secara esensi.

“Pada puisi-puisi Marina, saya temukan subtansi yang mengarah pada hubungan antara aku dan Tuhanku, aku dan lingkunganku, serta aku sebagai sebuah kepribadian,” ucap penyair alumni Forum Puisi Indonesia 87 ini.

Akidah Gauzilah dalam pengantar diskusi atas kumpulan puisi Marina Novianti, Minggu (18/5), menulis demikian: Bersiaplah kita diajak penyair ini untuk berayun-ayun di imajinasi kata-katanya. Ia menggunakan diksi seperti tuts-tuts piano menghasilkan nada ritmis dari sentuhan jiwanya. Bisa jadi kita serasa diajak berselancar, bermain ombak, namun kemudian keberadaan sukma kita hendak melewati batas-batas realitas kesadaran.

“Kita tidak sedang menikmati puisi, namun justru terlibat menjadi bagian puisi itu sendiri. Memang, puisi menjadi terminal bagi irama jiwa penyair pada umumnya, apa pun tema yang merambah, gelombang nada adalah puitika. Tetapi bersama Marina, betapapun sederhana pilihan kata dan rangkaian puitikanya, kita dapat turut menjadi subjek, atau minimal masuk ke dalam dimensi yang ia ciptakan,” kata sastrawan wanita ini.

Dikatakan Akidah, perempuan penyair berlatar belakang pendidikan ilmu eksakta ini sebenarnya tidak bermaksud mengandalkan daya rasionalitasnya untuk menjadi basis utama pengolahan peristiwa-peristiwa ke dalam pengalaman estetis. Semua yang terpatri dalam jiwanya bersifat alami, namun ia paham menggali hal-hal istimewa dengan kesadaran dan kemampuan.

Pada diri Marina, jelas Akidah Gauzila, ritme kesadaran dirinya memberi makna pengelolaan segala yang tersembunyi di memori bawah sadar dapat dihadirkan meski masih untuk disibak.

"Ia pun mengomunikasikan sekali lagi kepada kita bagaimana puisi menjadi atmosfer kehidupan dengan aksara demi aksara berdayaguna sebagai plasma."

Baca juga: Apresiasi Kumpulan Puisi "Pendar Plasma"



«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply