"Manipulasi dan kejahatan di Pemilu kali ini jauh lebih canggih daripada Pemilu 2009, khususnya bagi penyelenggara Pemilu. Mereka sudah belajar dari pemilu-pemilu sebelumnya, dengan memanfaatkan saksi yang umumnya lembek," kata Jeirry di Jakarta, Sabtu (10/5).
"Jadi kami harus mengatakan, sekarang itu lebih jelek dibandingkan dulu."
Meski begitu, Pemilu 2014 menurut Jeirry prosesnya lebih terbuka dibandingkan Pemilu 2009 yang cenderung tertutup. Masyarakat pun kali ini mendapatkan akses yang luas.
Sejumlah kalangan Dewan menilai salah penyebab terjadinya kejahatan pemilu dengan modus penggelembungan suara adalah karena pemilu memakai sistem proporsional terbuka.
Anggota Komisi II DPR, Yasonna H. Laoly, misalnya, mengatakan sistem proporsional
membuka peluang belanja suara. Menurut dia, partai politik juga sebaiknya yang menentukan siapa kadernya yang layak di tempatkan sebagai anggota dewan.
“Sebab, yang mengetahui mana kader yang berkualitas adalah pengurus parpol yang bersangkutan,” kata dia.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu mendesak Komisi Pemilihan Umum memecat penyelenggara Pemilu yang 'nakal. Selain dipecat, mereka juga perlu diproses secara hukum jika kasusnya mengarah ke pidana.
"Para penyelenggara yang terindikasi terlibat kecurangan dalam Pemilu untuk dinonaktifkan sementara. Penyelenggara Pemilu yang ketahuan melanggar seharusnya juga tak dilibatkan mengurus tahapan Pemilu Presiden sampai ada keputusan dari Bawaslu maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, " kata Anggota Bawaslu, Daniel Zuchron di Jakarta, Sabtu (10/5).
Dia mengatakan, hal itu juga berlaku bagi pengawas Pemilu yang melanggar. "Bawaslu juga penyelenggara pemilu."
Menurut catatan Bawaslu, kata dia, proses pelanggaran oleh penyelenggara Pemilu dominan dilakukan pada tataran bawah (KPPS, PPK).
No comments: