ANDI ARIF: “PENCULIKAN ITU KARENA TAKUT KOALISI KAUM OPOSISI”
Andi Arief (dok Andi Arief) |
bukan mewakili faksi tertentu dalam tentara. Karena mereka tanyakan semua,
mereka mewakili rejim lama, rejim Soeharto.
Salah seorang interogator saya mengaku mereka pernah menginterogasi kawan-kawan saya Budiman dan Wignyo. Semua sudah saya sampaikan ke POM ABRI saat saya diperiksa di Polda, sehingga tak ada alasan POM untuk tak segera menyimpulkan. Logika paling gampang, POM memanggil saja Letkol Lubis yang menerima saya di Mabes Polri. Jika ini dilakukan, semua selesai dan tak perlu lama-lama, berbulan-bulan.
Saat saya diculik, saya bertemu tiga orang di sel. Mereka Waluyo Jati, Haryanto Taslam, Faisol Reza. Kami sempat bercakap-cakap, dari mana, apa saja penyiksaan yang dialami; kami diskusi. Taslam saat saya di sana dalam keadaan sakit, mengerang, dan sempat diperiksa dokter.
Ketika saya di ruangan atas ada juga keteledoran mereka. Yang menjaga saya sempat menyebut nama beberapa orang misalnya Aan, Mugiyanto, Faisol Reza, Waluyo Jati, Suyat, Herman Hendrawan, Pius, Desmon, Deddy Hamdun.
Penjaga itu bilang, Mas Andi kalau jawab pertanyaan yang baik, supaya tak di-dedi hamdun-kan. Saya bingung. Apa maksudnya mau dijadikan suami Eva Arnas? Saya bisa berdikusi panjang dengan penculik, mereka tak melakukan kekerasan pada saya. Bahkan ada yang sering memeluk saya: Aduh Mas Andi, kami terpaksa karena menjelankan tugas. Mungkin hati kecil mereka menolak juga. Kami sempat diskusi soal Timtim. Komandannya cerita bahwa dia baru
beberapa minggu pulang sekolah dari Inggris, dia sebut nama sekolahnya, saya lupa namanya. Ada rasa keleluargaan. Sampai-sampai dia keluarkan kaset kecil berisi lagu soundtrack Pocahontas. “Ini lagu kesenangan anak saya!”
Dia sebut nama anaknya dan dia telepon anaknya. “Halo, ini papa di Jakarta Kamu jangan panas-panasan, nanti kamu jelek”.
Bisa masuk akal disebut kepribadian terbelah. Yang aneh lagi, mereka sediakan dokter. Saya ada empat kali diperiksa dokter, diambil darah saya dan diperiksa air kencing, dikasih obat maag dan sakit perut. Rokok kadang diberi, juga makan dan minum.
Saya tak terlalu parah disiksa. Yang paling parah saya rasakan waktu mata saya ditutup selama 10 hari. Dalam keadaan tegang saya sulit berpikir ke depan. Jadi bayang-bayang masa lalu muncul. Dugaan saya, yang mereka inginkan adalah informasi sebanyak-banyaknya, supaya saya ingat yang sudah-sudah. Tangan saya tetap diborgol dua, diikatkan di kursi.
POM ABRI tak ada alasan untuk tak mengeluarkan teman-teman lain yang masih hilang. Pertama, pelaku sudah disebut; kedua, kita yang memberikan testimoni sudah menyebutkan semua korban ada di sana. Cacat, hidup atau mati, segera dikeluarkan. Kalau mati, tulang-tulang, kafan, tanah mereka dikubur kembalikan ke kami agar menjadi bukti bagi rakyat bahwa ada tindakan kekerasan yang selama ini terjadi di Indonesia.
Umumkan terbuka dan berjanji tak akan mengulangi, maka rakyat akan sedikit lega. Kalau ditutup dengan salah prosedur dan hukum, bukan hanya aktivis tapi wartawan nanti juga akan diculik.
Sikap terhadap POM. Saya hargai kerja-kerja POM tapi untuk sementara saya tak mau diperiksa dulu karena saya anggap tiga keterangan di Polda sudah cukup untuk memgeluarkan teman-teman lain. Tanpa saya beri keterangan lagi, POM sudah bisa mengeluarkan mereka. Ini persoalan nyawa manusia! Rakyat, kita semua akan puas. Persoalan hukum, kita bicarakan nanti. Jadi keluarkan dulu kawan-kawan saya, baru saya sebut nama dan instansi lain.
Berikut cuplikan tanya jawab Andi Arief dengan wartawan
Wartawab (W): Apakah tempat X itu maksudnya Kopassus?
Andi Arif (AA): Sepakat tak sebut sebelum teman-teman saya dikeluarkan
W: Dugaan anda siapa yang sudah meninggal?
AA: Semua bisa, tapi itu dugaan, saya tak bisa pastikan. Lama mengapa
tak dliepas, muncul opini jangan-jangan mati. Saya tak ada bukti, tapi
saya sering dengar suara penyiksaan, tiga empat kali.
W: Ada limit waktu untuk kerja POM?
AA: Saya tuntut seminggu ini agar mereka dikeluarkan!
W: Kalau tidak?
AA: Akan ada tindakan lain, konsultasi dulu dengan Kontras dan pengacara saya.
Mengapa yang lain belum dilepas? Ada kecenderungan mereka bingung bagaimana
cara melepas. Ditaruh polisi, pasti polisi menolak. Ditaruh pinggir jalan,
mereka nanti kasih testimoni. Kalau ada yang cacat atau mati, tambah
bingung. Kalau saya jadi mereka, kawan-kawan itu hidup atau mati harus
dilepas, konsekuensinya pelakunya dihukum, minta maaf dan berjanji tak akan
ulangi. Saya menolak sebut nama dan instansi, karena curiga dengan POM.
Banyak kasus TPF yang tak jelas hasilnya dan tak obyektif.
W: Berapa instansi di luar kopassus?
AA: Paling tidak ada dua. Yang penting dalang sudah ketahuan dan cukup
bukti, yang hilang ada di sana
Sumber: From: apakabar@access.digex.net Date: Thu Jul 23 1998
Dimuat ulang oleh http://aksarasahaja.wordpress.com/
No comments: