Raharja Waluya Jati |
1 . PENCULIKAN DAN PENGANIAYAAN
Kamis, 12 Maret 1998. Pada kurang lebih pukul 12.00 WIB aku datang ke YLBHI Jl. Diponegoro 74 untuk menyaksikan Konperensi Pers dari kawan-kawan KNPD. Ketika waktu menunjukkan antara pukul 14.00 -14.30, kami (aku dan Faizal Reza) pamit kepada kawan-kawan untuk makan siang di seputar RS.Cipto Mangunkusumo.
Di tengah perjalanan, kami merasa diikuti oleh orang-orang yang mencurigakan sehingga niat kami makan kami urungkan, kemudian kami menyeberang menuju Unit Gawat Darurat RSCM sambil berlari kami naik ke lantai II yang ternyata buntu. Ketika aku mau turun, diujung tangga kulihat Faizal Reza telah ditelikung dan dipukul oleh dua orang berbadan tegap dan besar, kemudian aku menyelinap ke WC. Tetapi, tidak berapa lama telah digedor oleh seseorang yang mengancam akan menembakku, begitu aku keluar mereka menyambut dengan pukulan kearah perutku dan menggelandangku turun kebawah sambil terus memukuli. Sampai di pelataran parkir aku masih sempat berteriak keras untuk minta dipanggilkan pengacara, hal ini membuat mereka memukul ulu hati dan membungkam mulutku hingga kacamataku jatuh pecah.
Aku dinaikkan ke sebuah kendaraan Jeep yang sempat kulihat berwarna merah dengan kap putih, kemudian mataku ditutup kain hitam dengan tangan diborgol kebelakang dan didudukkan dibawah. Selama perjalanan mereka katakan bahwa mereka tidak salah tangkap karena telah mengamatiku sejak lama dan mereka akan gunakan aku untuk menunjukkan dimana Andi Arief berada. Kurang lebih setengah jam sampailah aku pada suatu tempat, aku dibawa masuk di sebuah bangunan ( aku merasakan jarak antara mobil berhenti dengan bangunan dimana aku dibawa tidak terlau jauh, hanya beberapa meter ).
2 . INTEROGASI DAN PENYIKSAAN
Hari ke I hingga kira-kira Hari ke IV. Sore itu juga aku dimasukan ke sebuah ruangan yang aku perkirakan cukup luas sebab teriakan-teriakan pertanyaan mereka kudengar menggema di ruangan, sambil memukul mereka bertanya tentang dimana Andi Arief berada, setiap aku jawab aku tidak mengetahuinya maka, pukulan yang datang semakin menjadi-jadi. Hingga akhirnya aku dibawa ke sebuah ruang yang mereka sebut ruang eksekusi, aku dinaikkan keatas kursi dan leherku dijerat dengan seutas tali, pertanyaan tentang di mana Andi Arief aku jawab sama, karena aku memang tidak tahu persis dimana dia berada, tali yang menjerat leherku ditarik ke atas sehingga aku tercekik hingga aku tidak bisa bernafas sampai beberapa detik, dan leherku terasa sakit selama beberapa hari (susah untuk menelan). Tapi hal tersebut kemudian dihentikan karena aku sempat mendengar omongan mereka agar aku diturunkan dengan alasan terlalu enak bagiku bila terlau cepat mati.
Selanjutnya aku dibawa masuk ke sebuah ruang lain dan didudukkan di sebuah kursi lipat dengan tangan terikat ke belakang, di depanku duduk seseorang yang meng-interogasi-ku. Setiap pertanyaan selalu diikuti dengan penganiayaan dengan memukul baik dengan tangan maupun dengan kursi lipat, bahkan aku sempat terjatuh dari kursi kemudian mulut dan perutku dinjak-injak. Nampaknya mereka sudah tidak memiliki rasa iba sedikitpun bahkan tendangan-tendangan yang mengarah ke tulang kering sering kudapatkan juga di bahu dan punggungku. Sundutan rokok pun mulai mereka lakukan baik dipunggung maupun ditanganku, satu siksaan yang hingga sekarang membuatkan trauma terhadap listrik adalah penyetruman dengan tongkat yang dialiri listrik hal tersebut dilakukan berulang-ulang dibagian-bagian badanku (ujung jari kaki, kaki sampai pangkal paha, perut, dada, tangan dan leher bagian belakang).
Selama itu aku selalu dalam posisi duduk dengan interval istirahat hanya 1 sampai 2 jam untuk makan dan ke WC, secara phisik aku sangat menderita bahkan sampai tidak mampu lagi merasakan rasa sakit dan secara mental aku mengalami penurunan pada titik yang paling bawah. Aku sempat tiga kali dibuka tutup mataku, untuk difoto dan diminta mengenali foto dua orang kawanku, kesempatan yang lain adalah saat menulis biodata yang tidak pernah selesai, karena terlalu capek dan jadi kacau. Namun selama mata terbuka tetap saja aku tidak pernah melihat wajah-wajah mereka karena mereka mengenakan tutup muka dan kepala ala ninja.
Pernah dalam interograsi, salah seorang dari mereka menanyakan sebuah tempat di gang Salon, di kawasan Cilincing. Di mana waktu itu aku datang bersama Herman dan Reza. Aku sudah lupa kejadian dan lokasi tersebut. Tapi kemudian orang itu mengaku bahwa dia yang waktu itu menanyakan pada kami apakah kontraknya masih diteruskan, karena Suyat jarang sekali datang ke rumah itu. Dengan detil dia menyebut kapan kami datang dan jam kami pergi dari tempat itu. Kemudian dia mengaku kenal dengan Suyat dan orang yang mengontrakkan rumah itu. Dia juga mengaku bahwa dialah yang mengambil Suyat di Solo beberapa waktu lalu. Sedangkan rumah tersebut adalah rumah yang dicarikan dan dikontrakkan oleh Munif Laredo, karena dia tidak mau memberikan bantuan dalam bentuk uang.
Hal ini menarik perhatianku, karena sehari sebelum penculikanku sudah muncul dalam analisaku terhadap peristiwa penguntitan tersebut, berhubungan dengan keberadaan Munif (mantan Ketua SMID) selama + 1 minggu secara intensif di YLBHI. Kenapa aku mempunyai analisa seperti itu, karena pada 11 Maret 1998 Munif terlihat sekali menunggui kepulanganku. Dan begitu aku keluar dari kantor YLBHI, Munif juga segera bergegas keluar dari YLBHI dan ketika sampai halte Megaria di Jl. Diponegoro, aku diikuti oleh 2 orang, namun aku berhasil lolos dan masuk kembali ke YLBHI. Aku segera mengaitkan analisaku tersebut dengan pengakuan orang (saat aku masih disekap) yang mengambil Suyat, dan kejanggalan-kejanggalan di tempat yang dikontrakkan oleh Munif.
Hari ke IV hingga Hari ke VI:
Aku dipindahkan ke sebuah ruangan yang dilengkapi dengan kasur busa dan kipas angin, aku diperkenankan tiduran dengan tangan satu tetap terikat dikursi dan mata selalu ditutup dengan kain gelap. Kegiatan interogasi mulai agak mengendor dan mereka mulai bersikap agak lunak sesekali memberikan nasehat agar tidak melakukan kegiatan politik lagi.
Pada hari ke V akau dibawa masuk kesebuah ruang mirip ruang ceramah, ruangan tersebut cukup luas dan sangat dingin. Aku di tanya oleh seseorang yang menurutku dari cara bertanya dan bobot pertanyaannya nampaknya merupakan salah seorang pimpinan dari kelompok penculik tersebut.
Selama hari-hari itu (masih di ruang atas) aku sempat mendengar suara yang aku kenal sebagai suara Herman Hendrawan serta sayup kudengar suara satu lagi yang kemungkinan besar adalah suara Nezar Patria.
Setelah itu aku dibawa ke sebuah ruangan dan seluruh pakaianku dilepas hingga telanjang bulat dan dipaksa tidur tengkurap diatas balok es selama kurang lebih 10 – 15 menit sambil menanyakan kepadaku bagaimana cara menemukan Andi Arief, dalam situasi yang sangat tertekan aku sempat berpikir sedemikian profesional cara-cara mereka melaksanakan tekanan kepadaku baik secara phisik maupun mental.
Selesai melakukan penyiksaan yang nyaris membuat aku beku mereka masih sempat memukulku beberapa kali, katanya untuk melancarkan peredaran darah. Kemudian dengan mata tertutup aku dibawa kesebuah ruangan yang kurasakan adalah menurun karena melewati beberapa anak tangga. Nampaknya aku mulai dipindahkan kesebuah ruang lain yang senyap namun saat aku dibawa turun ada bunyi dengungan yang cukup keras, belakangan kuketahui suara itu berasal dari radio yang sudah habis waktu siar namun tidak dimatikan dan dihidupkan dengan volume yang amat keras.
Hari ke VII hingga Rabu, 1 April 1998: Kehidupan di ruang bawah tanah:
Setelah pindah di ruang bawah aku mulai merasakan berbeda karena ada suara radio dan suara mereka yang menempati sel lain, lalu kami saling memanggil walau tanpa bisa saling menatap. Saat-saat radio mati, antara pukul 02.00 dinihari sampai 05.00 pagi, merupakan kesempatan kami saling berkomunikasi dan siaran radio juga memberikan gambaran tentang hari, tanggal dan bulan.
Selama di bawah aku sempat dibawa naik ke atas lima (5) kali, materi pertanyaannya seputar Andi Arief dan sekali diantaranya sempat dihadiri banyak orang (aku merasakannya dengan mata tertutup). Seperti biasanya makian, ancaman akan dibunuh dan siksaan berupa pukulan tendangan dan penyetruman masih mereka lakukan.
Pernah ketika dibawa ke bawah selesai ditanya, aku disuruh berendam sampai kepala tenggelam selama beberapa menit. Materi pertanyaan yang sempat aku ingat pada saat interogasi adalah, aku diminta agar dalam melakukan gerakan jangan merugikan rakyat kecil, lebih baik membakar toko cina saja kata mereka. Bahkan aku sempat ditanya siapa yang ada dibelakang kami, mereka menyebut-nyebut kalau pun LB.Moerdani di belakang kami, mereka tidak akan pernah segan-segan untuk menyikatnya. Juga kami sempat ditanya berapa duit kami dikasih oleh Sofyan Wanandi. Pertanyaan ini mereka lontarkan setelah aku mengalami tekanan mental dan fisik yang berat.
Karena aku merasa tidak pernah tahu dan berhubungan dengan orang-orang yang disebut tadi, maka aku jawab tidak tahu dan kami secara sukarela (bantingan) mendanai kegiatan kami dari kantong sendiri.
Aku di bawah mulai mengenali kawan-kawan, yang paling aku kenal adalah suara Faizol Reza kemudian kami bisa saling mengerti, selain itu ada Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang dan Desmon.
Janji akan dilepaskan.
Pada hari Rabu, 1 April 1998 kecuali Haryanto Taslam, kami mengalami pemrosesan yang katanya ada kaitannya dengan pelepasan kami. Tentang janji pembebasan sudah sering diomongkan kepadaku dan Reza jika Andi Arief telah tertangkap.
Tanggal 2 April pagi hari, Pius dilepaskan selang sehari kemudian Desmon pun dibebaskan.
Selama disekap di bawah, kami mendapatkan perawatan atau kunjungan dari dokter seminggu sekali terutama Haryanto Taslam yang tekanan darahnya naik tinggi.
Pada tanggal 6 April ada penghuni baru di sel bawah dan ternyata Andi Arief, dia bercerita diculik di Lampung dan nampaknya dia mengalami siksaan yang tidak kalah berat.
Pada tanggal 15 April sore Haryanto Taslam dibebaskan. Dan kurang lebih pukul 21.00 hingga 24.00 Andi Arief dibawa keatas, setelah kembali lagi dalam sel dia bercerita kalau mendapatkan siksaan lagi. Tak berapa lama aku mendengar dia mengaji, selama + 1 jam dan kemudian meminta maaf kepada kami bila nanti tidak kuat menahan siksaan.
Tanggal 16 April, Andi Arief dibawa ke atas dan kami tidak pernah mendengar lagi suaranya sampai terakhir aku menghuni sel bawah tanah.
Kamis, 23 April aku dan Reza diproses lagi untuk persiapan pembebasanku dan untukku telah dipersiapkan skenario kalau aku ngumpet dan diminta untuk tidak melaksanakan konferensi pers, aku juga diminta mengaku korban salah culik oleh mafia belakang diskotik Menteng karena dikira musuh mereka ketika tawuran di diskotik. Aku diancam untuk tidak melanggar hal tersebut karena resikonya seluruh keluargaku akan dihabisi. Aku mulai di foto-foto lagi.
Pagi tanggal 24 April aku diambil lagi diminta untuk menghafal skenario dan diminta untuk membuat surat pernyataan secara sukarela tanpa tekanan yang berisi untuk tidak menceritakan kepada siapapun terhadap apapun yang kualami dan rasakan selama dalam sekapan dan tidak akan melakukan kegiatan politik setelah keluar. Jika melanggar maka aku dan seluruh keluargaku akan mengalami resiko terburuk. Surat pernyataan tersebut dicap dengan jempol tangan kananku. Aku ditanya ingin pulang ke Jepara pakai apa, aku menjawab naik kereta ke Semarang kemudian naik bus ke Jepara.
Malamnya kembali aku dibawa ke atas untuk bertemu dengan pimpinan mereka yang bersuara agak berat, dia bersumpah demi Allah untuk tetap memburuku kemana pun dan kapan pun untuk menghabisiku jika melanggar pernyataan itu. Lalu dia menyalamiku dan mendoakan agar menjadi orang yang berguna bagi orang tua dan masyarakat.
3 . Saat Kebebasan Dipenuhi Ancaman.
Pagi, Sabtu 26 April 1998 pukul 06.00 aku dibawa keatas, diperiksa dokter dan diberi vitamin, lalu disuruh pakai sepatu dan ganti celana dalam (sebelumnya aku sempat ditanya berapa ukuran celana dan sepatuku). Kemudia aku dibawa ke sebuah kamar kosong dan di foto puluhan kali.
Sambil menunggu orang yang akan mengantarku ke stasiun Jatinegara, ada seseorang yang mengaku sebagai pimpinan operasi di lapangan, yang mengancamku untuk tidak bercerita kepada siapapun selama berada dalam sekapan, bahkan mereka mengatakan tidak peduli kepada siapapun yang akan memberikan jaminan keamanan.
Mereka berpesan bahwa orang-orang mereka sudah disebar di sekitar stasiun, bahkan di kereta pun mereka sudah siapkan orang-orang mereka, aku diturunkan didekat perempatan pintu kereta Jatinegara kearah Cipinang dan tidak boleh menoleh kebelakang.
4. Hal-hal lain yang masih sempat aku ingat:
a/ Ada suara orang-orang sedang bersenam atau berolahraga sambil bernyanyi-nyanyi secara serempak.
b/ Suara Adzan dengan jelas kudengar terutama saat aku masih di ruangan atas, dan suara itu jadi terdengar sayup bila berada di bawah dan suara radio mati.
c/ Dari kontruksi bangunan yang digunakan untuk menyekapku yaitu ada ruang bawah tanah, maka secara logis harus punya saluran pembuangan air yang dekat dengan tempat yang lebih rendah (lereng/sungai yang cukup curam).
d/ Untuk menuju ruang bawah tanah harus menuruni 7 + 4 anak tangga (ini karena aku yang paling sering dibawa ke atas selama berada di bawah).
e/ Pada saat aku dibawa keluar untuk dilepas aku menghitung melewati polisi tidur 3 (tiga) kali.
f/ Ubin yang di pasang di koridor dan ruangan yang ada di atas didominasi warna merah dan putih.
Kesaksian ini aku lakukan dengan membangun sisa keberanian untuk menegakkan kebenaran dan didorong oleh kasih sayang keluarga besarku dan dorongan kawan-kawan KONTRAS serta Surat Jaminan Keamanan dari PUSPOM ABRI yang ditandatangani oleh Ka PUSPOM ABRI Mayor Jenderal Syamsu.
Sebersit harapan agar kesaksian ini dapat membantu banyak pihak, yaitu kawan senasib sependeritaan yang saat ini belum jelas nasibnya beserta keluarganya, pihak ABRI dan tentunya negara dengan tatanan hukum dan tegaknya demokrasi serta di hormatinya hak-hak asasi manusia.
Jakarta, 5 Juni 1998
Raharja Waluya Jati
Pemberi Kesaksian
Sumber: http://aksarasahaja.wordpress.com/
No comments: