» » Berharap Pantai Timur Sebagai Kabupaten Konservasi Gambut International

Oleh Taufik Wijaya*

INDONESIA merupakan negara tropis di dunia yang paling banyak memiliki lahan gambut yakni 21 juta hektar. Sebaran lahan gambut ini di pulau Sumatra, Kalimantan dan Papua. Yang paling luas berada di pulau Sumatra. Sebaran lahan gambut di Sumatra umumnya berada di pantai timur, mulai dari Sumatra Utara, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, hingga Lampung.

Khususnya di Sumatra Selatan lahan gambut terluas berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yakni 769 ribu hektar (Wahyunto et al, 2005) atau 75 persen dari luas kabupaten tersebut.

Kini, Kabupaten OKI akan dimekarkan menjadi Kabupaten Pantai Timur. Nah, lahan gambut seluas 769 ribu hektar tersebut berada di kabupaten baru ini.

Adanya fakta ini membuat para penggiat lingkungan hidup menjadi khawatir. Mereka khawatir lahan gambut tersebut akan habis oleh gerak pembangunan Kabupaten Pantai Timur, termasuk kemungkinan menjadi rambahan baru untuk perkebunan sawit, pertambakan udang, dan lainnya.

Memang, lahan gambut di Indonesia pada awalnya ditutupi hutan rawa gambut yang unik, dengan jenis-jenis tumbuhan seperti Ramin, Jelutung, Kempas, Punak, Pulai, dan Meranti. Hal itu berlangsung di wilayah rawa gambut Kabupaten OKI.

Tetapi, praktik pengusahaan hutan yang tidak berkelanjutan, perambah hutan, serta kebakaran hutan seperti yang terjadi pada akhir 1990-an, menyebabkan lahan gambut di Kabupaten OKI menjadi lahan alang-alang terbuka, semak belukar serta danau-danau kecil. Bahkan sebagian lahan gambut itu kini menjadi perkebunan kelapa sawit dan pertambakan udang tradisional.

Pada tahun 2004 lahan yang berada di sekitar lahan gambut plus sekitar 50 persen lahan gambut yang rusak, ditetapkan Kabupaten OKI sebagai kawasan hutan produksi, yang kemudian dijadikan areal hutan tanaman industri (HTI), yang luasnya mencapai 586.975 hektar. Ada empat perusahaan yang mengelolanya yakni,PT Sebangun Bumi Andalas (SBA) Wood Industri, PT Bumi Andalas Permai (BAP), PT Bumi Mekar Hijau (BMH), dan PT Ciptamas Bumi Subur (CBS). Tanaman perusahaan itu akasia, sebagai bahan baku kertas, dan bakau (Bruguiera conyugata). Perusahaan HTI ini menjadi pemasok pabrik kertas terbesar di Asia PT OKI Pulp & Paper Mills.

Sisa rawa gambut yang rusak tersebut selain digunakan perkebunan sawit, pertambakan udang tradisional, serta sebagian besar dibiarkan menjadi kawasan hutan lindung.

Keberadaan perusahaan HTI yang memanfaatkan rawa gambut dinilai memberikan dampak positif. Berdasarkan penelitian persentase luas kebakaran pada lahan masyarakat sebelum ada HTI yakni sebesar 61,62 persen dan setelah ada HTI berkurang menjadi 15,27 persen, terjadi penurunan sebesar 75,22 persen.  Tebal gambut yang terbakar sebelum periode HTI yakni 21,00 centimeter per hektar dan setelah ada HTI tebal gambut yang terbakar yakni sebesar 12,20 centimeter per hektar, terjadi penurunan sebesar 41,90 persen. 

“Keberadaan HTI mempunyai efek mengurangi kebakaran hutan dan sekaligus mencegah kebakaran gambut.  Perusahaan pada musim kemarau secara rutin memantau titik api (hot spot) dari udara, untuk pencegahan kebakaran secara dini, serta membentuk kelompok masyarakat peduli api (MPA).  Pada lokasi konsesi PT. SBA terdapat sekitar 30 persen lahan gambut yang mesti dilindungi yang berada pada kedalaman di atas tiga meter,” tulis Najib Asmani, staf ahli bidang lingkungan hidup Gubernur Sumsel, dalam tulisannya pada 2011 (http://najibasmani.blogspot.com).

Ancaman Gambut Pantai Timur
Sebagaimana diketahui lahan gambut memiliki karakteristik kimia dan fisik yang unik. Karakteristik ini merupakan kontribusi gambut dalam menjaga kestabilan lingkungan.

Dikutip dari artikel “Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2008 dan bkprn.org, hutan gambut Indonesia rata-rata menyimpan sekitar 2.650 ton karbon per hektar, jika diakumulasi total karbon yang ditampung sekitar 46 giga ton. Pada biomassa di atas tanah karbon yang dimiliki adalah 120 – 150 ton karbon per hektare, ditambah yang terkandung di bawah tanah sekitar 2.500 ton karbon per hektare.

Dengan fakta ini begitu besarnya fungsi lahan gambut dalam fungsinya sebagai emisi metana.

Tetapi, fungsi lingkungan lahan gambut akan terganggu akibat beberapa aktivitas manusia seperti penebangan hutan gambut, pembakaran hutan gambut, serta drainase untuk berbagai tujuan. Sebab dengan aktifitas tersebut biomassa tanaman pada lahan gambut yang menyimpan sekitar 200 ton C per hektar, akan hilang. Dampaknya hal ini mempercepat proses emisi dari biomassa hutan gambut.

Tepatnya, ekosistem gambut merupakan penyangga hidrologi dan cadangan karbon yang sangat penting bagi lingkungan hidup. Sayangnya, belum banyak yang mengetahui pentingnya kelestarian lahan gambut. Terbukti semakin menyusutnya kawasan gambut di Indonesia, tercatat luas lahan gambut pada tahun 1952 sekitar 51.360 hektar, sedangkan di tahun 1992 menyusut menjadi 9.600 hektar (Sarwani dan Widjaja-Adhi, 1994). Semakin tebal gambut, semakin penting fungsinya dalam memberikan perlindungan terhadap lingkungan. Terutama fungsinya dalam memitigasi perubahan iklim dan mengurangi pemanasan global.

Terkait dengan pembentukan Kabupaten Pantai Timur, tentu saja kekhawatiran terhadap lahan gambut yang tersisa. Jika kabupaten tersebut terbentuk, maka akan terjadi alih fungsi lahan gambut. Baik untuk perkebunan seperti perkebunan sawit atau perkantoran dan pemukiman.

Jika hal tersebut terjadi maka Sumatra Selatan, khususnya Kabupaten Pantai Timur, menjadi pendorong utama perubahan iklim dan pemanasan global. Menakutkan.

Model Kabupaten Konservasi Gambut International
Terhadap persoalan ini, saya menilai pemerintah Sumatra Selatan memiliki peluang menjalankan program yakni menjadikan Kabupaten Pantai Timur sebagai kabupaten konservasi gambut international. Artinya kabupaten tersebut, jika memang tuntutan masyarakat, tetap diwujudkan. Tetapi pembentukan kabupaten tersebut tidak merusak lingkungan hidup, sehingga Sumatra Selatan tidak menjadi sorotan international sebagai perusak lahan gambut, yang memang harus dijaga untuk menjaga stabilitas iklim global. Apalagi lahan gambut tidak dapat diciptakan, yang artinya kalau sudah rusak sulit dikembalikan lagi.

Menjadikan Kabupaten Pantai Timur sebagai kabupaten konservasi gambut international jelas akan memberikan dampak positif bagi para investor, sehingga produk yang mereka hasilkan dapat diterima pihak international lantaran tidak menyebabkan kerusakan pada lingkungan hidup. Dengan kondisi ini, Indonesia pun akan mendapatkan penilaian positif dari dunia international.

Dalam mewujudkan Kabupaten Pantai Timur sebagai kabupaten konservasi gambut international, juga menjadikan pemerintah Sumatra Selatan mampu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dalam menata pembangunan berkelanjutan yang peduli dengan lingkungan hidup. Ini sebagai bukti atas berbagai kritik terhadap pemerintah yang dinilai pembangunan yang dijalankan tidak peduli dengan persoalan lingkungan hidup. *


*
Pekerja budaya, tinggal di Palembang

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply