» » » » » Komnas HAM: Manipulasi Jumlah Penduduk untuk Kepentingan Pilkada dan Pemekaran

Natalius Pigai (dok tabloidjubi.com)
Jakarta—Koordinaor Tim Pemantau Pemilu Komnas HAM, Natalius Pigai, kembali menegaskan adanya  penggelembungan jumlah penduduk di sejumlah provinsi di Indonesia sebagai modus untuk menambah jumlah kursi di parlemen daerah.

Selain bukti faktual dalam jumlah terjadi di Provinsi Papua, penggelembungan jumlah penduduk yang masuk dalam daftar pemilh tetap juga terjadi di beberapa provinsi di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Pigai mencotohkan di Provinsi Papua, berdasarkan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Papua 2,8 juta  orang. Namun, dalam tempo hanya tiga tahun, pada 2013 jumlah penduduk Papua diklaim berjumlah sampai 4,2 juta orang.

“Itu pertumbuhan penduduk yang sangat aneh. Sangat mustahil dalam waktu tiga tahun terjadi pertambahan penduduk hingga jutaan. Padahal, rata-rata pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk Papua rata-rata per tahun maksimal dua persen,” kata Natalius Pigai, Kamis (17/.4).

Khusus di Papua kata Pigai, dirinya sudah menemukan korelasi antara penggelembungan jumlah penduduk dengan rencana pemekaran wiyalah.. Sebab, jumlah penduduk suatu wilayah  memang menjadi dasar dan prasyarat pemekaran daerah.

 “Manipulasi jumlah penduduk juga menjadi modus kepala daerah untuk mendapatk dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat,” kata Pigai.

Menurut Pigai, sejak 10 Maret 2014 hingga Apirl 2014 pihaknya sudah memantau 22 provinsi di Indonesia.Nantinya, kata dia, tidak ada satu pun provinsi di Indonesia yang luput dari pemantauan tim Komnas HAM.

Pigai menyayangkan sikap  Kemendagri yang tidak teliti sehingga maumengecek jumlah penduduk yang disodorkan oleh kepala daerah. “Seharusnya Kemendari melakukan pengecekan,” ujarnya.

Pigai mengatakan, penggelembungan jumlah penduduk juga sangat potensial dipakai untuk berbuat curang dalam pilkada.

“Itu nanti akan berkaitan dengan jumlah perolehan suara kandidat, Misalnya jumlah penduduk suati daerah riilnya sekitar 50 juta, kemudian jumlah penduduk yang dimanipulasi 100  juta. Sebanyak 50 persen suara sisa itu bsa dicoblos hasil kerjasama atau kongkalikong antara pejabat daerah, KPUD, KPPSD, itu sistemik itu," ujarnya.

Menurut Pigai, Komisi Pemilihan Umum pun memperbaiki Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk pemilihan presiden sehingga penggelembungan jumlah penduduk itu tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pilpres. "Kalau KPU tidak melakukan perbaikan DPT, saya yakin akan terjadi sebuah kejahatan dan pelanggaran sistemik di Indonesia. Maka kami minta KPU tidak ada alasan lagi untuk menolak memperbaiki DPT,” tandasnya.

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply