R. Usman/Teraslampung.com
M. Luthfie Hakim saat menyampaikan dalil-dalil permohonan dalam sidang Uji Materi UU Praktik Kedokteran, di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Rabu, 5/3/2014 (Dok MK) |
Kepada majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), para pemohon yang diwakili kuasa hukumnya, M. Luthfie Hakim, menyatakan Pasal 66 ayat (3) yang berbunyi “Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang”, membuka interpretasi luas terhadap tindakan kedokteran sehingga dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana.
“Dengan penafsiran yang terlalu luas membuat pelanggaran kedisiplinan sorang dokter menjadi kasus pidana. Hal ini juga menimbulkan ketakutan di kalangan dokter untuk mengambil tindakan terhadap pasien yang memiliki risiko tinggi tinggi ataupun untuk melakukan tindakan dalam keadaan darurat karena dapat dipersalahkan kelalaian yang dapat mengakibatkan kematian seseorang,” kata M. Lutfie Hakim, di Mahkamah Konstitusi, Rabu (5/3).
Pemohon menegaskan, seharusnya panfsiran pasal tersebut dibatasi hanya terhadap tindakan dalam dua kondisi saja, yaitu tindakan kedokteran yang mengandung kesengajaan atau tindakan kedokteran yang mengandung kelalaian nyata/berat seperti yang sudah diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi. Menurutnya tindak pidana sudah pasti melanggar disiplin dokter, namun pelanggaran terhadap disiplin belum tentu sebagai tindak pidana.
Luthfie mengatakan, sebenarnya sejak 2006 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) telah dibentuk untuk menjembatani persoalan antara pasien dan dokter. Namun hal ini belum banyak diketahui publik sehingga masyarakat yang memiliki permasalahan dengan pelayanan dokter langsung mengadukan tindakan dokter tersebut kepada polisi.
Menurut Luthfie, seharusnya yang dapat menentukan kelalaian dokter masuk dalam kategori pidana atau bukan pidana adalah MKDKI, yang didalamnya terdapat unsur dokter, tokoh masyarakat dan ahli hukum.
Dengan argumentasi itu, para pemohon meminta kepada MK agar tindak pidana dokter yang dinyatakan dalam Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang Nomor 29 tentang Praktik Kedokteran harus dibuktikan dan dinyatakan terlebih dahulu dalam persidangan MKDK.
No comments: