Iswadi Pratama*
Tulisan ini hanya merupakan pengantar yang saya sarikan dari berbagai sumber untuk mereka yang meminati sastra . Sebagai pengantar, tentu saja tulisan ini masih bersifat permukaan. Namun, mudah-mudahan bisa membantu—paling tidak—untuk membekali para penulis dari sisi keilmuan.
Pengertian Teori Sastra
Secara umum, yang dimaksudkan dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati. Teori berisi konsep atau uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari sudut pandang tertentu. Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya atau dibantah kesahihannya pada objek atau gejala yang diamati tersebut.
Menurut Rene Wellek dan Austin dalam buku Theory of Literature tahun 1993, hal 37-46, dalam wilayah sastra perlu terlebih dahulu ditarik perbedaan antara sastra di satu pihak dengan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra di pihak lain. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif. Sedangkan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, kriteria yang dapat diacu dan dijadikan titik tolak dalam telaah di bidang sastra.
Sedangkan studi terhadap karya konkret disebut kritik sastra dan sejarah sastra. Ketiganya berkaitan erat sekali. Tidak mungkin kita menyusun teori sastra tanpa kritik sastra dan sejarah sastra. Tak mungkin pula menyusun sejarah sastra tanpa teori sastra dan kritik sastra, juga tak mungkin menyusun kritik sastra tanpa sejarah sastra dan teori sastra. Teori sastra jelas hanya dapat disusun berdasarkan studi langsung terhadap karya sastra. Kriteria, skema, kategori tidak dapat diciptakan secara in vacuo alias tanpa pijakan.
Sebaliknya, tidak mungkin ada kritik sastra tanpa satu ser pertanyaan , suatu sistem pemikiran, acuan, dan generalisasi. Di sini muncul dilema yang sukar diatasi. Kita selalu membaca dengan sejumlah konsep yang sudah jadi di kepala kita. Prakonsespsi ini kemudian selalu diubah dan diperbaiki setelah membaca karya sastra. Proses ini bersifat dialektis, teori dan praktik saling mempengaruhi.
Ada pula yang mencoba membedakan sejarah sastra dari teori sastra dan kritik sastra. F.W. Bateson, misalnya, mengatakan bahwa sejarah sastra menunjukkan A berasal dari B, sedangkan kritik sastra menunjukkan A lebih baik dari B. Hubungan yang pertama dapat dibuktikan, sedangkan yang kedua bergantung pada pendapat dan keyakinan. Tetapi perbedaan semacam ini sulit dipegang. Tidak ada satu pun fakta dalam sejarah sastra yang sepenuhnya netral.
Sementara Jan van Luxemburg dkk. (1986) menggunakan istilah ilmu sastra dengan pengertian yang mirip dengan pandangan Wellek & Warren mengenai teori sastra. Menurut mereka, ilmu sastra adalah ilmu yang mempelajari teks-teks sastra secara sistematis sesuai dengan fungsinya di dalam masyarakat. Tugas ilmu sastra adalah meneliti dan merumuskan sastra secara umum dan sistematis. Teori sastra merumuskan kaidah-kaidah dan konvensi-konvensi kesusastraan umum.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup sastra (literature) adalah kreativitas penciptaan, sedangkan ruang lingkup studi sastra (literary studies) adalah ilmu dengan sastra sebagai objeknya. Sastra, dengan demikian berfokus pada kreativitas, sedangkan studi sastra berfokus pada ilmu. Pertanggungjawaban studi sastra adalah logika ilmiah. Karena ruang lingkup sastra adalah kreativitas penciptaan, maka karya sastra (puisi, drama, novel, cerpen) adalah sastra. Namun, karena kritik sastra juga merupakan kreativitas dalam menanggapi karya sastra dan masalah kreativitas penciptaan lain dalam sastra, maka kritik sastra dalam bentuk esai tidak lain adalah sastra juga. Kritik sastra yang benar harus berlandaskan pada logika yang dapat dipertanggungjawabkan. Apakah dasar kritik sastra hanya akal sehat semata atau teori sastra tertentu bukan masalah, selama logika dalam kritik sastra itu memenuhi kriteria logika dalam arti yang sebenarnya. Logika sebagai sebuah ilmu, sementara itu adalah metode dan prinsip untuk membedakan antara pemikiran yang baik (benar) dan pemikiran yang jelek (tidak benar). Makna sastra dan studi sastra dengan demikian dapat bertumpang-tindih.
Cabang Studi Sastra
Dalam studi sastra dikenal tiga cabang, yaitu (1) Teori Sastra, yakni kaidah-kaidah untuk diterapkan dalam analisis karya sastra. (2) Kritik sastra, adalah penerapan kaidah-kaidah tertentu dalam analisis karya sastra. (3) Sejarah sastra adalah sejarah perkembangan sastra.
Tiga cabang tersebut saling terkait dan semuanya bersumber pada sastra, khususnya karya sastra sendiri. Karya sastra adalah (karya) seni. Karena itu, tiga cabang studi sastra itu bersifat seni pula. Teori sastra adalah teori yang mengenai karya sastra yang bersifat seni sastra. Kritik sastra adalah kritik terhadap karya sastra yang bersifat seni sastra. Sejarah sastra adalah sejarah sastra yang bersifat seni sastra pula. Sementara itu, teori sastra kadang-kadang pula dinamakan critical theory karena untuk melakukan kritik sastra dengan menerapkan teori sastra, seseorang dituntut untuk mempunyai kemampuan untuk berpikir kritis.
Lima Cabang Studi Sastra
Kecuali tiga genre yang sudah disebutkan tadi, studi sastra juga memiliki lima cabang sastra, yaitu:
1. Sastra umum
2. Sastra nasional
3. Sastra regional
4. Sastra dunia
5. Sastra bandingan
Lima pembagian studi sastra di atas mencakupi tiga cabang studi sastra, yakni teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Setiap macam studi sastra yang lima tersebut dengan demikian dapat dikaji dengan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Atau dengan kata lain, teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra dapat diterapkan pada sastra umum, sastra nasional, sastra regional, sastra dunia, dan sastra bandingan.
a. Sastra Umum
Sastra pada umumnya tidak dikaitkan dengan bangsa, negara, atau wilayah geografi tertentu. Karena tidak terkait dengan bagsa, negara, atau wilayah geografi tertentu, sastra umum berkaitan dengan gerakan-gerakan internasional, sebagai mana misalnya poetics dan teori sastra.
Poeetics Aristoteles dan teori sastra strukturalisme, misalnya, menyebar ke seluruh dunia dan diaplikasikan juga di seluruh dunia. Sastra umum, dengan demikian, kadang-kadang juga dinamakan sastra universal, yaitu sastra yang nilai-nilainya ada dan dapat diterapkan di seluruh dunia. Sastra umum, sekali lagi, juga dapat bermakna poetics dan teori sastra. Makna teori sastra sudah jelas, yaitu kaidah-kaidah untuk diterapkan dalam karya sastra. Sedangkan Poetics atau puitika adalah ilmu mengenai:
(1) Keberhasilan sastrawan dalam menciptakan karya sastra. Sastrawan yang mampu menulis karya sastra yang baik memiliki kemampuan puitik yang tinggi, sedangkan yang tidak mampu menulis karya sastra yang baik, kemampuan puitikanya rendah.
(2) Keberhasilan pembaca dalam menghayati karya sastra. Pembaca yang mampu menghayati karya sastra dengan baik adalah pembaca yang kemampuan puitikanya tinggi , sebaliknya, yang tidak mampu
menghayati karya sastra yang baik adalah pembaca yang kemampuan puitikanya rendah.
b. Sastra Nasional
Yaitu sastra bangsa atau negara tertentu, misalnya sastra Indonesia, sastra Arab, sastra Inggris, sastra Cina, sastra Perancis, dan lain-lain. Tempat seorang sastrawan dalam konteks sastra nasional pada umumnya tidak ditentukan oleh bahasa karya sastra sang sastrawan, tetapi oleh kewarganegaraannya. Sastrawan berkebangsaan Amerika yang menulis dalam bahasa Yiddish, seperti Isaac Bashevis Singer, juga dianggap sastrawan sastra Amerika.
c. Sastra Regional
Sastra dari kawasan geofrafi tertentu yang mencakup beberapa negara, baik yang mempergunakan bahasa yang sama maupun yang mempergunakan bahasa yang berbeda, seperti sastra ASEAN (sastra negara-negara anggota ASEAN), sastra nusantara (sastra berbahasa melayu, Indonesia, Malaysia, Singapura), sastra Arab (yang mencakupi negara-negara di kawasan teluk dan timur tengah).
d. Sastra Dunia
Sastra yang reputasi pada sastrawannya dan karya-karyanya diakui secara internasional. Sebuah karya sastra dapat dianggap sebagai karya sastra besar dan diakui secara internasional manakala karya sastra itu ditulis dengan bahasa yang baik, dan dengan matlamat untuk menaikkan harkat dan derajat manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Pemikiran mengenai sastra dunia sangat mempengaruhi konsep sastra bandingan, khususnya pada tahap-tahap awal.
Istilah sastra dunia awalnya dipakai oleh Johann Wolgang von Goethe (1749-1832), seorang sastrawan dan pemikir Jerman. Dia sangat menguasai karya-karya besar sastra dalam bahasa aslinya, khususnya bahasa Inggris, Perancis, dan Itali. Perhatiannya kepada dunia Timur juga sangat besar, antara lain pada dunia Islam dan Cina.
e. Sastra Bandingan
Sastra bandingan pada awalnya datang dari studi bandingan ilmu pengetahuan, kemudian diikuti oleh lahirnya studi bandingan agama. Setelah studi bandingan agama lahir, lahir pulalah sastra bandingan. Karena itu, sastra bandingan relatif masih muda, sebelum abad kesembilan belas, tampak adanya sastra bandingan.
Istilah sastra bandingan pertama kali muncul di Eropa ketika batas berbagai negara di Eropa mengalami perubahan, dan karena itu menimbulkan pemikiran mengenai kebudayaan nasional dan sastra nasional. Apalagi, pada waktu itu perhatian orang-orang Eropa terhadap Amerika mencapai tahap-tahap yang penting. Masalah kebudayaan nasional, jati diri bangsa, dan sastra nasional juga muncul di negara-negara bekas jajahan. Sementara itu, untuk memahami diri sendiri seseorang perlu menengok ke luar dan membandingkan dirinya dengan keadaan di luar dirinya. Karena itu, tumbuh lagi sastra bandingan yang membandingkan karya-karya bekas jajahan dengan bekas penjajah dan juga antara sesama negara yang pernah dijajah.
* Penyair, tinggal di Bandarlampung
* Penyair, tinggal di Bandarlampung
No comments: