Mawardi Harirama |
“Nilai-nilai itulah yang ada dalam konsep pi’il pesinggiri. Orang luar seperti Van der Tuuk bisa menjadi ahli dalam menyusun bahasa Lampung pada abad 19. Namun, dipastikan tidak akan bisa menyerap semua nilai budaya yang mewujud dalam bahasa Lampung,” kata budayawan Lampung, Mawardi Harirama, dalam Dialog “Mengembalikan Harga Diri Lampung” di Hotel Emersia Bandarlampung, Kamis (27/2).
Mawardi mengaku tidak begitu risau dengan adanya fakta makin terdesaknya bahasa Lampung dalam praktik berbahasa sehari-hari di Lampung. Mawardi juga meyakini bahwa bahasa Lampung akan tetap eksis sepanjang masyarakat pemiliknya masih mau menggunakan bahasa Lampung.
“Sebab, bicara soal bahasa dan budaya berarti bicara soal nilai-nilai. Nenek moyang orang Lampung itu benar-benar hebat, mereka memiliki kearifan untuk mewariskan nilai-nilai luhur. Salah satunya dengan peninggalan aksara Lampung. Di Nusantara ini, hanya sedikit suku yang memiliki aksara sendiri. Dan Lampung punya itu,” kata dia.
Terkait dengan manuskrip kamus bahasa Lampung yang disusun HN Van der Tuuk, meskipun sempat mengritik Van der Tuuk sebagai pegawai pemerintah Hindia Belanda yang memiliki misi tertentu, Mawardi Harirama mengaku tetap memberikan apresiasi yang tinggi.
“Terlepas dari motif dia, peninggalan manuskrip kamus bahasa Lampung itu sangat penting artinya bagi kita. Meski begitu, kita tidak bisa menjadikan karya Van der Tuuk sebagai acuan tunggal, karena Van der Tuuk tidak lama di Lampung dan hanya sempat tinggal di Abung dan Teluk Betung,” kata dia.
Mawardi mengaku tidak heran Van der Tuuk tidak bisa menyerap semua ilmu tentang budaya dan bahasa Lampung. Sebab, kata dia, nenek moyang orang Lampung pada zaman dulu sudah cukup cerdas sehingga tidak memberikan semua data yang dimilikinya.
"Maka itu, ketika mendengar seni bebandung yang menggunakan bahasa Lampung Van der Tuuk bingung dan mengaku seni itu aneh," ujarnya. (oyos saroso hn)
No comments: