Banjir di Jakarta (Teras/Welly Perwiranegara) |
Jakarta perlu ruang biru, bukan hanya hijau, dalam mengatasi banjir. Ruang-ruang yang terbengkalai atau selama ini tidak fungsional, semisal kolong jalan layang, dapat digali menjadi kolam air, ruang biru yang saya maksud.
Ruang biru berfungsi sebagai ruang parkir air, yang dihubungkan dengan pipa-pipa hingga ke kedalaman lapisan pasir, sehingga air dapat meresap maksimum. Ini adalah salah satu versi lain dari “sumur resapan”.
Beberapa ruang dapat dijadikan ruang biru ini:
- Ruang-ruang kolong jalan layang tol maupun non tol. Misalnya di Slipi, Grogol, Tomang, dan lain-lain. Ada yang bisa hitung ada berapa banyak dan berapa luas semuanya? Ruang terbuka hijau yang sudah ada. (misalnya sebagian Lapangan Monas dijadikan danau buatan, yang dasarnya disambungkan dengan pipa hingga ke kedalaman lapisan pasir)
- Halaman bangunan-bangunan umum maupun swasta.
- Basemen yang dijebol lantainya, kemudian dihubungkan dengan pipa ke lapisan pasir di bawahnya.
- Lahan parkir, atau di bawahnya.
- Saluran-saluran yang ada, dijebol dasarnya, dihubungkan dengan pipa-pipa ke lapisan pasir di bawahnya.
- Jalan-jalan baru, sebagian atau seluruhnya, di bawahnya dibuatkan ruang biru tertutup.
Saluran biru (Marco Kusumawijaya) |
Lalu dapat dibuatkan aturan yang menjadi syarat bagi penerbitan Izin Mendirikan Bangunan: harus ada ruang biru dengan volume minimal X.
Ini berarti sama dengan pengendalian run-off. Bisa saja sampai nol. Ini konsisten dengan pendekatan konservasi/pelestarian air, untuk sekaligus memperbaiki struktur tanah Jakarta, dan menghentikan penurunan tanah (land-subsidence).
Sumber: http://mkusumawijaya.wordpress.com
No comments: