» » » Festival Musik Bambu Nusantara VIII: Dwiki Darmawan Kolaborasi dengan Pemusik Tradisional Lampung

Isbedy Stiawan ZS/Teraslampung.com


Kolaborasi keren pemusik tradional Lampung pada Festival Musik Bambu Nusantara VIII di Pringsewu, Kamis malam, 15 Mei 2015. (dok Rajo Cetik)
PRINGSEWU—Musisi Dwiki Darmawan berkolaborasi dengan sejumlah pemusik tradisional Lampung pada  Festival Musik Bambu Nusantara VIII di halaman Perkantoran Pemerintah Kabupaten Pringsewu, Kamis malam (15/5). Pemusik tradisional Lampung itu antara lain Syafril 'Rajo Cetik' Yamin, Nyoman Arsana, dan Rikky Airis.

Sayangya, kolaborasi yang ciamik ini hanya disaksikan para pejabat Pemprov Lampung dan Pemkab Pringsewu. Penonton umum sangat sedikit, ditambah para personel Pol PP, para pemusik, dan guru pembimbing.

Sementara sekira 500 pelajar memainkan 500 alat musik bambu atau gamolan pekhing di hadapan Gubernur Lampung Sjachroedin ZP, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sapta Nirwandar, Bupati Ptingsewu Sujadi, Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza ZP, dan pejabat Pemprov Lampung serta Pemkab Pringsewu, juga utusan dari Museum Rekor Indonesia (MURI).

Meski penonton sepi, langit mengucurkan air sehingga karpet basah, tak menyurutkan semangat para musisi memainkan musik bambu. Festival berskala Nusantara ini ternyata  hanya diiikuti Lampung, Kalimantan Barat, dan Makassar.

Syafril 'Rajo Cetik' Yamin  mengatakan, festival yang digelar Pemprov Lampung bekerja sama dengan Pemkab Pringsewu ini untuk meraih penghargaan MURI melalui penampilan 500 pelajar asal Bandarlampung memainkan 500 gamolan pekhing.

Tabuhan alat musik gamolan pekhing dalam jumlah pemusik terbanyak: memecahkan rekor MURI. (dok Rikky Airis)

Alat musik gamolan pekhing atau dikenal juga cetik, berasal dari Sekala Brak, suatu kerajaan yang pernah hidup di masa animisme dan berpusat di kaki Gunung Pesagi, yang kini dikenal Lampung Barat. Pada perkembangan selanjutnya, gamolan pekhing pernah ada di daerah Way Kanan. Namun, peneliti berkebangsaan Australia, Prof. Margareth, menyebut bahwa gamolan ini bermula dari Lampung Barat. Pendapat Margareth ini makin diperkuat oleh Wayan Mocoh yang menciptakan notasi bagi alat musik bambu ini.

Rajo Cetik tampil sebagai konduktor bagi 500 pelajar yang menabuh 500 gamolan pekhing. Penampilan para pelajar ini meraih penghargaan MURI untuk kedua kalinya bagi persembahan musisi gamolan pekhing di daerah ini.

“Saya bangga dipercaya sebagai konduktor para pelajar, dan dari penampilan ini MURI member apresiasi bagi pemusik tradisional Lampung,” kata Rajo Cetik di saat jeda.

Panitia tak Siap

Meskipun kebanggaan Rajo Cetik tak bisa menutup kekecewaannya kepada panitia. Melalui status pada akun Facebooknya, Rajo Cetik menulis: “Festival Musik Bambu Nusantara 8 di Pringsewu, Lampung… Buyar…. Brantakan… Semua pihak tidak Siap…”

Menuut Lil, panggilan Syapril Yamin alias Rajo Cetik, panitia pelaksana hanya menginginkan rekor MURI, tetapi tidak menyiapkan pemusik dan tempat yang layak. “Dari ruang untuk istirahat sampai MCK tidak disiapkan secara layak. Seniman seperti ditelantarkan, pelayanan yang sangat kurang,” katanya.

Dia mencontohkan, pemain musik gamolan pekhing yang sejatinya para pelajar dibiarkan berbasah-basah duduk di karpet karena hujan. Menurut Rajo Cetik, mereka dari jam 10 pagi hingga pukul 21.00 malam, tidak ada tempat istirahat.

“Yang ada hanya lapangan yang terik,” imbuh dia.

Mewakili teman-temannya, Lil kecewa pada penyelenggara. Apalagi, masih kata dia, panitia pusat dan daerah seperti tak bertanggung jawab, tumpang tindih, dan tak ada yang mau bertanggung jawab.


«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply