Ahmad Tohari |
Pengarang novel Ronggeng Dukuh Paruk asal Tinggarjaya, Banyumas itu menyayangkan jika orang NU tidak lagi mau berpikir dan menulis. Menurut Tohari orang yang bepikir satu menit sama dengan beribadah 60 tahun.
“Saya ingin menyampaikan secara sederhana, jimatnya NU itu lahir sebelum NU berdiri. NU yang kita kenal sekarang ini adalah metamorfosis dari Komite Hijaz. Sebelum Komite Hijaz diwisuda menjadi NU, KH. Wahab Chasbullah dan KH. Hasyim Asy’ari mendirikan taswirul afkar. Inilah jimatnya NU, yakni betul-betul berpikir dan menulis. Dan ini yang menyebabkan saya tetap menjadi NU,” ungkap penulis yang lebih memilih hidup di desa ini, saat peluncuran dan diskusi buku Jimat NU di PDS HB Jassin Jakarta, Jumat (7/3).
Sementara itu, Lukman Hakim Saifuddin menilai buku Jimat NU ini salah satu bentuk cara kaum muda NU menjaga dan merawat NU ini. Karena jimat, lanjutnya, dapat dimaknai sebagai sesuatu yang memiliki tuah atau manfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Lukman, buku Jimat NU merupakan upaya anak-anak muda NU untuk menjaga tradisi yang biasa dilakoni oleh kalangan nahdliyyin sejak lama hingga era mutakhir dengan pendekatan fenomologi, bukan dalil-dalil fiqh yang biasa dilakukan oleh para pendahulunya.
Wakil Ketua Umum DPP PPP ini berpendapat bahwa khittah NU adalah jimatnya NU yang paling ampuh hingga saat ini. Sayangnya, menurut Lukman, dalam buku Jimat NU ini tidak ditemukan tulisan khusus tentang khittah ini.
“Bagi saya khittah NU ini merupakan jimat yang luar biasa. Karena khittah NU itu tidak hanya bicara tentang paham tertentu mengenai teologi, fiqih, dan tasawuf, tetapi juga di dalam khittah NU itu berhasil merumuskan hubungan antara agama dan negara, khususnya Pancasila. Oleh karena itu, saya berharap teman-teman NU muda ini akan menuliskan secara khusus tentang khittah NU ini,” kata Wakil Ketua MPR RI ini.
Sementara cendekiawan Yudi Latif menilai buku Jimat NU seperti menertawakan tradisi sendiri, tetapi menonjok keluar. Menurut Yudi buku yang berisi 16 tulisan Jamaah NU Miring ini semacam manifesto pemberontakan dari pengetahuan-pengetahuan yang terpinggirkan oleh narasi modernisme. Walaupun terkesan main-main, kata Yudi, tulisan dalam buku ini memberikan landasan berpikir implikasi yang sangat mendalam bagi cara berpikir bangsa ini.
“Jimat NU ini merupakah langkah awal untuk menggugat ulang cara berpikir. Dan ini bisa memasuki rana antropologi pengetahuan, sosiologi pengetahuan, dan filsafat pengetahuan. Terus terang saya betul-betul terkejut dengan isi buku ini. Karena ketika melihat judulnya semula saya menilai tidak sesuai dengan bidang saya, tapi begitu saya membacanya ternyata di luar dugaan saya. Dan saya kira ini adalah karya yang sangat orisinil yang pernah dihadirkan di Indonesia ini,” papar penulis buku Negara Paripurna ini.
No comments: