Paula Rianty Komarudin
Dan, kebiasaan lain para ibu, ialah tidak melihat lagi bandrol harga. Karena, alasannya, ya mau bagaimana lagi. Namanya juga kebutuhan (bukan “keinginan” yang bisa ditunda). Seperti beras, kecap, gula pasir, sabun mandi, odol, sabun cuci baju, dan lain sebagainya. Itu semua adalah kebutuhan dasar, untuk menjalani hidup sehari-hari.
Akan tetapi, coba sekali-kali kita berhitung. Melihat harga-harga yang tertera di bungkusan barang yang diambil. Mari kita telusuri, dengan mengambil contoh 2 harga barang kebutuhan: gula pasir dan sabun cuci baju.
Kita pun mulai berhitung: gula pasir lokal 1 kg, harganya Rp 11.800. Detergen Rinso berukuran 900 gram, harganya Rp 16.100.
Tahukah berapa harga gula pasir dan detergen Rinso 18 tahun yang lalu? Pada 1996, harga gula pasir lokal 1 kg hanya Rp 1.700, dan harga detergen Rinso 1 kg (catat .... 1kg, bukan 900gram) adalah Rp 3.000. Berarti dalam 18 tahun, kenaikan harga gula pasir pertahun sebesar 11%, dan harga detergen Rinso pertahun (10%).
Berikut ini saya sajikan dalam dalam tabel untuk mempermudah:
Kenaikan harga barang-barang kebutuhan tersebut, berarti pertahun adalah 10-11%. Dalam bahasa ekonominya, inilah yang disebut inflasi.
Contoh lain yang lebih mudah dimengerti. Kalau 5 tahun lalu, kita membeli nasi di warteg dengan uang Rp 10.000 sudah mendapat rendang sepotong, tahu dan sayuran. Tetapi sekarang, dengan uang Rp 10.000, mungkin hanya mendapatkan tahu, tempe, dan sayuran.
Bagaimana kalau mau pakai rendang? Ya, harus menambah Rp 3.500. Jadi, dengan menu yang sama pada 5 tahun lalu, kita harus membayar Rp 13.500. Berarti kenaikan sebanyak Rp 3.500 inilah yang disebut inflasi.
Kalau kita tidak mendapatkan kenaikan gaji sebesar 10-11% dalam setahun, atau kalau kita tidak mendapatkan keuntungan sebesar itu dalam setahun, berarti aset kita secara perlahan akan tergerus.
Memang banyak orang menyiasatinya dengan menurunkan kualitas pemakaian. Mengganti barang kebutuhan dengan mutu dan harga yang lebih rendah. Atau bisa juga dengan mengurangi pemakaiannya, supaya harga bisa ditekan ke bawah. Namun, apakah itu jalan keluar yang terbaik? Bagaimana kalau di tahun berikutnya, kejadian yang sama terulang kembali? Bagaimana kalau di tahun-tahun selanjutnya, kejadian akan terus terulang lagi? Nilai aset Anda secara perlahan akan tergerus habis.
Maka terpikirkah untuk mencari solusi dari permasalahan kenaikan harga barang-barang ini? Solusi yang tepat, solusi yang tidak menimbulkan masalah baru. Artinya, bisa membantu kehidupan kita di masa depan. Bisa membantu kita dalam meraih mimpi-mimpi yang diinginkan.
Tidak perlu rumit-rumit dalam mencari solusi. Mari berhitung kembali. Untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek (katakanlah di bawah 1 tahun), tempatkan dana Anda dalam tabungan atau deposito di Bank. Pilihlah bank yang mempunyai reputasi baik. Jangan pernah tergiur oleh janji-janji muluk dengan iming-iming bunga tinggi. Ingat akan pepatah “no such a free lunch” (“tidak ada makan siang yang gratis”).
Bagaimana dengan jangka panjangnya? Misalnya, mau menyekolahkan anak kuliah, atau mau membeli rumah, membeli mobil, atau rencana masa depan lainnya. Cuma ada satu kata yang bisa dijadikan solusi, yaitu “investasi”.
Berbicara mengenai investasi, ada banyak kendaraan investasi. Tidak perlu yang rumit-rumit, apalagi yang sulit dimengerti. Fokuskan perhatian Anda kepada investasi dalam negeri, investasi yang Anda kenal, investasi yang bisa Anda monitor sehari-hari. Istilah high risk high return, itu tetap berlaku dalam investasi. Selalu pertimbangkan faktor risiko dalam setiap investasi.
Kalau Anda memiliki dana besar, waktu luang yang cukup untuk memantau dunia pasar modal, serta memiliki pengetahuan tentang pasar modal yang cukup, silahkan bermain langsung di dunia pasar modal. Transaksi jual beli saham dan obligasi, bisa dijadikan pilihan.
Tetapi saya yakin, tidak banyak di antara kita yang memiliki kemewahan tadi. Atau malah kebanyakan dari kita, tidak memiliki dana banyak, tidak punya waktu cukup (duuhh ... boro-boro memantau dunia pasar modal, ngurus anak dan masak di rumah saja, sudah makan waktu seharian), serta jarang memiliki pengetahuan yang cukup tentang pasar modal.
Lantas bagaimana solusinya? Gunakanlah kendaraan investasi di Reksa Dana. Apa itu Reksa Dana.
Berikut sekilas tentang Reksa Dana. Menurut Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995 pasal 1, ayat (27): Reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan ke dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi.
Portofolio investasi bisa berupa saham, obligasi, pasar uang ataupun efek lainnya. Manajer Investasi yang mengelola dana, harus mendapatkan ijin dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Dengan berinvestasi di Reksa Dana, Anda menyerahkan wewenang sepenuhnya kepada Manajer Invetasi. Namun Anda juga bisa memonitor kinerja reksa dana Anda, melalui beberapa surat kabar nasional yang terbit setiap hari.
Bagaimana dengan isi portofolio investasi reksa dana? Secara umum, kebanyakan investasi di Reksa Dana adalah investasi pada efek pasar modal. Misalnya investasi saham di Bursa Efek Indonesia, siapa yang tidak mengenal Telkom? Umumnya kita menggunakan jasa Telkom. Lalu, siapa yang tidak mengenal Indofood dengan Indomienya? Atau Astra? Atau Unilever? Setiap hari kita bisa ikut memantau kinerja saham-saham itu melalui media koran, radio, maupun televisi. Nah, saham-saham seperti itulah yang mengisi sebagian portofolio saham yang dikelola oleh Manajer Investasi.
Dengan melakukan investasi, Anda sudah melakukan usaha untuk mengalahkan angka inflasi. Anda sudah membuat nilai uang Anda tidak tergerus tahun demi tahun. Namun, sekali lagi perlu diingat, investasi selalu ada faktor risikonya.
Risiko bukan untuk dijauhi, namun untuk dikelola dengan baik. Dan juga, lakukanlah investasi pada produk investasi yang Anda mengerti dan pahami.
No comments: