JAKARTA, Teraslampung.com - Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Irwan Lubis menyatakan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. pernah mendapatkan sanksi terkait ketidakberesan laporan keuangan.
Hal ini menyusul temuan OJK dan Bank Indonesia mengenai tidak terpenuhinya penetapan perhitungan kolektibilitas kredit macet yang direstrukturisasi. Meski begitu, menurut Irwan, istilah window dressing yang disebut-sebut belakangan tidak sesuai dengan kasus di BTN.
"Dalam kasus BTN lebih banyak kepada aspek tidak memenuhi penetapan kolektibilitas kredit restrukturisasi atau kredit macet yang direstrukturisasi tidak sesuai ketentuan. Penggunaan istilah window dressing itu tidak pas sebenarnya untuk case BTN ini. Kalau window dressing itu kan sengaja mengaburkan pencatatan dan laporan keuangan, sehingga berdampak serius terhadap kondisi keuangan bank," kata Irwan, di Jakarta, Minggu (4/5).
Berita Terkait: Kredit Macet: Kejati Panggil Mantan Kepala Cabang BTN Lampung
Dalam kasus BTN, kata Lubis, lebih dominan aspek tidak terpenuhinya penetapan kolektibilitas kredit restrukturisasi. “Kalaupun kredit macet itu direstrukturisasi, tetapi restrukturisasinya tidak sesuai ketentuan,” katanya.
Menurut Irwan, ketidakberesan laporan keuangan tersebut dilakukan dengan merestrukturisasi kredit macet kolektibilitas 5 menjadi lancar. Padahal, untuk menaikkan kolektibilitas, harus melewati kolektabilitas 4 atau 3 terlebih dahulu, atau masuk kolektibilitas diragukan atau kurang lancar.
“Hingga saat ini BTN masih terus membenahi laporan keuangannya dan juga terus diawasi OJK. Ke depan , apabila BTN akan melakukan restrukturisasi kredit macet harus memperoleh izin dari pimpinan regulator terkait.BI sudah mengambil tindakan tegas waktu itu,makanya direksi tidak lolos fit and proper testlagi waktu mau perpanjang. Dan kita di OJK meneruskan dan memastikan supervisorytersebut," kata dia.
Berdasarkan laporan keuangan BTN 2013 yang telah diaudit, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) net bank tersebut mencapai 3,04% dan NPL gross sebesar 4,05%, tertinggi di antara 3 BUMN lainnya, yakni NPL Bank Mandiri yang sebesar 0,58%, NPL BNI 0,5%, dan NPL BRI 0,34%.
Nilai kredit macet BTN juga terus membesar setiap tahun. Sejak 2009-2013, kredit macet yang masuk kolektibilitas 5 naik dari hanya Rp1,06 triliun (2009) menjadi Rp3,15 triliun. Terus naiknya nilai kredit macet di BTN menimbulkan kecurigaan bahwa beberapa pengembang, yang selama ini menolak ide akuisisi, justru merupakan pihak yang membuat kualitas kredit bank tersebut terus merosot.
Sampai 31 Maret 2014, BTN mencatatkan pertumbuhan yang melambat pada kuartal I/2014 yakni tumbuh 2% dari posisi Rp334 miliar menjadi Rp341 miliar. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, perseroan mencatatkan pertumbuhan laba hingga 6,71% dari posisi Rp312,8 miliar.
Kaitan rencana rencana akuisisi BTN oleh Mandiri, Irwan mengatakan pihaknya mendukung jika akuisisi itu berdampak baik bagi Bank Mandiri dan Bank BTN. (Dewi Ria Angela)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Kopi Pagi
Social Icons
Popular Posts
- Dayang Rindu, Cerita Rakyat yang Terlupakan
- "Showroom Sapi" di Lampung Tengah: Kemitraan Wujudkan Mimpi Parjono
- Van der Tuuk, Pahlawan Bahasa (Lampung) yang Dilupakan
- Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, Jamal D. Rahman: "Reaksinya Terlalu Berlebihan.."
- Gua Maria Padang Bulan, "Lourdes Van Lampung"
- Panjang, Dermaga Penyeberangan Pertama di Lampung
- Menjadi Pelatih Pelawak
- Pagar Dewa dan Cerita-Cerita Lain
- Sejarah Transmigrasi di Lampung: Mereka Datang dari Bagelen
- Saya Sudah Kembalikan Honor Puisi Esai dengan Permintaan Maaf
No comments: