Oyos Saroso H.N./Teraslampung.com
Pada 2008 aksi illegal logging di sekikar TNBBS wilayah Lampung Barat memang marak. Kayu-kayu curian itu dipotong-potong dan diolah di dalam hutan, selanjutnya dikeluarkan lewat aliran Sungai Way Pintau yang melintasi kawasan TNBBS.
“Setelah dikeluarkan lewat sungai, kayu-kayu itu dicampur dengan kayu damar untuk diangkut dengan truk-truk fuso menuju Pulau Jawa. Campuran kayu damar itu untuk mengelabui polisi dan petugas polisi hutan. Sebab, kayu damar memang boleh diperjual-belikan,” kata Hendrawan, aktivis lingkungan yang juga mantan Direktur Walhi Lampung.
Hendrawan mengaku pada 2008-2009 berlangsung penebangan kayu jenis meranti dan tenam di hutan Register 22 B yang berbatasan dengan hutan TNBBS. “Yang mencemaskan, pada saat itu ada pelaku ilegal logging juga memakai sebuah buldozer untuk mengangkut kayu dari tepi sungai ke truk,” kata dia.
Pada akhir Maret 2009 lalu Dinas Kehutanan Lampung Barat menahan 90m³ kayu illegal di wilayah Bengkunat, Lampung Barat. Pada awal April 2009 Walhi Lampung menemukan 100 m³ kayu illegal di sepanjang bantaran Sungai Way Pintau. Pada 29 Mei lalu Dinas Kehutanan Lampung menahan dua truk fuso yang mengagkut 40m³ kayu hasil aktivitas illegal loggingdi Tanggamus dan Lampung Selatan. Pada awal Juni 2009 Walhi kembali menemukan 25 M3 kayu hasil illegal logging di Lampung Barat.
"Lokasi penemuan kayu itu sudah kami cek menggunakan GPS. Dari hasil pengukuran, daerah tempat penebangan kayu masuk di kawasan hutan lindung, berdampingan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan," kata Hendrawan.
Dari hasil investigasi, Walhi menemukan 697 batang kayu yang sudah dipotong-potong atau sebanyak 100 m3. Jenis pohon yang ditebang adalah meranti yang berdiameter mencapai empat meter.
Pohon damar tinggi menjulang dengan takikan untuk memanjat. |
Bukti-bukti penebangan liar yang diperoleh Walhi hanya berupa kayu-kayu berukuran 2,5 m. Walhi juga menemukan bensin yang digunakan sebagai bahan bakar gergaji mesin atau chainshaw. Namun, tim tidak melihat aktivitas penebangan atau pengangkutan kayu.
Menurut Hendrawan, maraknya illegal logging di Lampung disebabkan tindakan hukum yang kurang tegas. “Dalam lima tahun terakhir sudah ribuan meter kubik kayu illegal berhasil disita. Ribuan meter kubik lainnya berhasil lolo,” kata dia.
Kurniadi, koordinator Kawan Tani, sebuah NGO yang melakukan pendampingan petani repong damar, masyarakat Krui di Lampung Barat sudah mulai terbiasa menjual pohon damar. Pohon damar yang sudah dipotong-potong itu biasanya dimanfaatkan para pelaku illegal logging untuk mencampur kayu hasil curian dari TNBBS.
“Kalau tiap hari pohon damar terus ditebangi dan dijual untuk dicampur kayu hasil illegal logging, lama-lama hutan damar akan musnah. Pemda Lampung Barat seharusnya membuat Peraturan Daerah untuk melindungi repong damar. Sebab, repong damar sudah menjadi ciri khas adat Lampung Barat sejak ratusan tahun lalu,” kata Kurniadi.
Data di Dinas Kehutanan Lampung Barat menunjukkan kawasan hutan di Lampung Barat merupakan salah satu sasaran pembalakan liar. Hal ini disebabkan luas hutan di Lambar mencapai 352.849 hektare (76,28%) dari luas keseluruhan Lampung Barat. Perincianny, hutan lindung 39,191 hektare, hutan produksi terbatas (HPT) 33.358 hektare, dan TNBBS 280.300 hektare.
Damar mata kucing (Shorea javanica) merupakan andalan masyarakat Krui, Lampung Barat sejak ratusan tahun lalu. Sejak zaman penjajahan Belanda warga Krui sudah menanam damar dan mengekspornya ke Eropa dan negara-negara Asia . Pada zaman dulu hutan damar mendapatkan perlindungan adat. Seorang yang menebang sebatan pohon damar, meskipun pohon miliknya sendiri, akan didenda menanam berpuluh-puluh pohon damar.
Repong damar tersebar sepanjang 200 km di pesisir Krui, Kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat. Nilai ekonomis kayu damar yang lebih tinggi dibanding dengan getahnya sehingga petani lebih tertarik menebang damar.
No comments: