» » » » Kumpulan Puisi "Pembatas Buku" akan Diluncurkan di UKMBS Unila

Isbedy Stiawan ZS/Teraslampung.com
 

Sampul "Pembatas Buku" karya Yuli Nugrahani
Bandarlampung—Buku tipis yang menghimpun 40 judul puisi karya Yuli Nugrahani, kelahiran Kediri 9 Juli 1974, ini akan diluncurkan serangkaian 12 tahun kelahiran Komunitas Berkat Yakin (KoBer) di Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung, 22 Mei 2014 pukul 19.00.

Menurut Yuli Nugrahani, peluncuran buku puisi Pembatas Buku akan dlakukan bersamaan dengan antologi puisi berbahasa Lampung Suluh karya Fitri Yani, yang baru-baru ini memenangi Penghargaan Sastra Rancage. Baca Juga: Penyair Lampung Fitri Yani Raih Hadiah Sastera Rancage 2014

 “Dua buku kami diluncurkan bersama dalam kaitan peringatan 12 tahun KoBer,” katanya, Kamis (15/5) sore.

Kumpulan puisi Pembatas Buku diterbitkan Indepth Publishing, Mei 2014 (62 halaman), dan pengantar pembuka dari Ari Pahala Hutabarat, penyair dan direktur artistik KoBer Lampung.

Ari Pahala menyebut, sebagian puisi-puisi Yuli Nugrahani menampilkan cerita dengan tokoh-tokoh mitos, pewayangan, spiritualitas dan sebagainya. Dari sanalah kemudian para pembaca yang tidak ingin di permukaan saja, bisa melesat pada kedalaman makna yang ditawarkan. Pesan-pesan yang muncul dari perasaannya bisa ditangkap dalam puisi-puisinya ini.

“Puisi-puisi Yuli Nugrahani, sama seperti prosa-prosanya, sama-sama beranjak dari persoalan yang hadir dan akrab dalam pergaulan hidupnya. Yang membedakan adalah intensitas tingkat penghayatan terhadap objek tersebut,” kata Ari Pahala Hutabarat.

Dia menambahkan, ika pada prosa-prosanya ia secara sadar seakan mengambil jarak terhadap apa yang biasa kita sebut sebagai objek,  pada puisi-puisinya ini ia justru meleburkan diri habis-habisan terhadap objek tersebut.

Menurut Ketua Komite Sastra DKL ini, Yuli, si penulis, menjadikan yang universal menjadi sangat personal dalam puisi-puisinya. Dunia fiksi yang dalam hal ini diwakili tokoh-tokoh tertentu, berubah menjadi begitu ”faktual”—setidaknya bagi dirinya sendiri. Tokoh-tokoh tersebut seakan ditarik, diajak berbincang, dan direnggut dari mitos-mitos dan kesakralan yang melingkupinya. Seperti secara seketika mereka, para sosok tersebut menjadi teman berbagi, cermin, sekaligus wakil dari perasaan dan pemikiran si penyair. 

“Yang ‘biasa’ kemudian menjadi ‘luar biasa’ di dalam proses transposisi objek dalam sebagian puisi dalam buku ini. Yang jauh menjadi terasa begitu dekat. Pada beberapa puisi - Yuli berhasil mengubah perasaan-perasaan domestiknya menjadi perasaan-perasaan publik,  menyisipkan yang sakral terhadap peristiwa-peristiwa yang banal,” ujar Ari.

Empat puluh puisi dalam kumpulan ini memunculkan berbagai tema, mulai dari cinta, kerinduan, kehampaan, pergulatan-pergulatan personal dan sosial. Sebagiannya dibungkus dalam cerita-cerita dengan tokoh yang saling bercakap, atau diajak bercakap oleh si penyair.

Hal itu dikaui Yuli Nugrahani. Sehingga, kata dia, bagi yang tidak menyukai puisi pun mereka masih bisa menikmati cerita-cerita yang disodorkan penulis karena keruntutan kisahnya.

“Ini untuk memudahkan para pembaca awam sastra saat menikmati puisi-puisi saya,” ujarnya.

Dia mencontohkan puisi “Sehelai Rambut Kresna”, ia meletakkan pergulatannya sendiri dalam pergulatan Arjuna dan Kresna. Dialog antara Arjuna dan Kresna digambarkan begitu dekat, ada di sekitar penulis – atau pembaca – dan dapat dirasakan bahwa apa yang dikeluhkan oleh Arjuna pun dapat terjadi dalam hidup sehari-hari.
...
Hati dan logika tiba-tiba bermain sandiwara
menjadi Arjuna dan Kresna di atas kereta.
Tanpa beradu pandang, di depan dan belakang
saling berbincang, menguarkan kasih sayang.

Lihatlah wajah Arjuna, gundah masai, duduk
tangan ragu memegang busur terkulai.
“Kewajiban, Arjuna, lebih utama dari sukma
kesepian.”

Tak ada suara setuju dalam badai menderu,
pun Arjuna diam gelisah tanpa menimbang.
Kresna tak melepas tali kekang, menggeser kata
lebih tandas melecut gamang.

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply