Maman S. Mahayana*

Sejak awal kesediaan saya terlibat dalam penyusunan buku tokoh-tokoh sastra Indonesia yang kemudian diberi judul 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, didasari oleh tiga hal yang tidak dapat saya tolak: (1) buku tentang tokoh sastra (Indonesia), (2) sahabat Jamal D Rahman, (3) PDS HB Jassin, lembaga yang sangat saya hormati.

Tentang (1) tokoh sastra Indonesia, kesediaan saya didasari oleh kesadaran, bahwa kontribusi sejumlah sastrawan dalam kehidupan bangsa dan negara ini sesungguhnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah penjadian dan perkembangan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, peranan dan kiprah mereka perlu ditempatkan secara proporsional, seperti juga profesi lain dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan di negeri ini.

Tentang (2) sahabat Jamal D Rahman yang saya kenal sebagai sosok yang dapat saya percaya itikad dan kebaikannya dalam memaknai persahabatan.

Tentang (3) PDS HB Jassin. Saya memahami sejarah perjalanan lembaga itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan HB Jassin, karena saya pernah terlibat dalam penyusunan buku biografi HB Jassin (Darsjaf Rahman, Antara Imajinasi dan Hukum, Jakarta: Gunung Agung, 1986). HB Jassin adalah guru dan salah seorang pembimbing skripsi saya, sehingga saya pernah cukup intens berdiskusi dengan Manusia sederhana yang sangat saya hormati itu.

Saya juga mengenal baik para pengelola dan karyawan lembaga itu, karena selama beberapa bulan saya pernah menjadi volunter di PDS HB Jassin. Maka, saya cukup akrab dengan pengurus dan karyawan lembaga itu, sejak masa kepengurusan Sri Wulan Rujiati, Titis Basino, Endo Senggono, sampai Ariany Isnamurti. Mereka adalah orang-orang yang punya integritas, loyal, dan penuh dedikasi dalam menjalankan pekerjaan mulianya memelihara dan merawat begitu banyak arsip dan dokumen penting yang berkaitan dengan kesusastraan Indonesia.

Setelah buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh itu terbit dan kemudian mendapat begitu banyak reaksi, saya mencermati, bahwa tiga alasan keterlibatan saya dalam penyusunan buku itu tidak dapat saya pertahankan lagi. Pertimbangannya adalah berikut ini:


Tentang (1) tokoh sastra Indonesia yang menjadi alasan pertama saya, saya sudah menyatakan, bahwa sejak proses pemilihan nama ke-33 sastrawan yang terhimpun dalam buku itu sampai sekarang, saya tetap pada pendirian saya, bahwa saya menolak masuknya nama Wowok Hesti Prabowo dan Denny JA.

Khusus mengenai penolakan pada nama Denny JA, saya sudah pula menyampaikan alasannya yang menyangkut tiga hal: (i) pengaruhnya yang belum menunjukkan sesuatu yang signifikan bagi perkembangan sastra Indonesia; (ii) kiprah dan kontribusinya yang masih harus dilihat dalam tahun-tahun ke depan, dan (iii) kepantasannya jika dibandingkan sastrawan lain.


Tentang (2) sahabat Jamal D Rahman yang saya kenal sebagai sosok yang dapat saya percaya itikad dan kebaikannya dalam memaknai persahabatan, belakangan saya sadari, bahwa di atas persahabatan masih ada nilai yang lebih berharga, yaitu keterbukaan dan kejujuran. Sejak awal keterlibatan saya dalam penyusunan buku itu sampai keterangan Jamal D Rahman dimuat majalah Tempo, 2 Februari 2014, halaman 48—49, saya semakin sadar, bahwa ada beberapa fakta yang sengaja disembunyikan, dan menurut saya, tak sesuai dengan makna kejujuran.


Tentang (3) PDS HB Jassin. Dalam e-mail yang dikirim Jamal D Rahman sebelum saya terlibat dalam diskusi untuk menentukan nama-nama tokoh sastra Indonesia, dinyatakan, bahwa: “Kegiatan ini secara formal dilaksanakan oleh PDS HB Jassin. PDS HB Jassin telah memberikan mandat kepada Jamal D. Rahman untuk mengkoordinir kegiatan dimaksud,” ternyata, PDS HB Jassin tidak terlibat secara formal dan tidak pernah memberikan mandat kepada Jamal D. Rahman dalam pelaksanaan penyusunan buku itu.

Saya kutip pernyataan Ariany Isnamurti, Kepala Pelaksana PDS HB Jassin berikut ini: “PDS H.B. Jassin tidak terlibat sama sekali dengan proses penyusunan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, baik dalam hal keberadaan tim penyusun (Jamal D Rahman dkk) yang sering disebut Tim 8, pemilihan 33 sastrawan yang dimaksud dalam buku tersebut, maupun penentuan judul dan ungkapan persembahan: “Diterbitkan Untuk PDS H.B. Jassin”. Semua itu adalah urusan tim penyusun/Tim 8.”

Dengan pencermatan pada butir (2) dan adanya pernyataan Ariany Isnamurti, Kepala Pelaksana PDS HB Jassin itu, kini tidak ada alasan lagi bagi saya untuk tetap berada sebagai anggota Tim 8, penyusun buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

Dengan kesadaran, bahwa saya ikut berkewajiban (1) menjaga integritas dan apresiasi pada sastra Indonesia dan tokoh-tokoh sastra Indonesia, (2) menempatkan keterbukaan dan kejujuran di atas persahabatan, dan (3) menghormati PDS HB Jassin dan menghargai dedikasi dan pengabdian segenap pengurus dan karyawan PDS HB Jassin, dengan ini saya menyatakan, bahwa saya, Maman S Mahayana, mengundurkan diri dari Tim 8 sebagai salah seorang anggota penyusun buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

Sebagai konsekuensi pernyataan ini, saya minta agar Jamal D Rahman sebagai Ketua Tim 8, mencabut lima esai saya tentang (1) Marah Rusli, (2) Muhammad Yamin, (3) Armijn Pane, (4) Sutan Takdir Alisjahbana, dan (5) Achdiat Karta Mihardja dari buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.


Honorarium sebesar Rp 25 juta sebagai pembayaran kelima esai saya itu, akan saya kembalikan segera setelah kelima esai itu dicabut dari buku tersebut.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan kesadaran pada ketiga alasan sebagaimana yang sudah saya sampaikan tadi.

Seoul, 6 Februari 2014

*Anggota Tim 8 Penyusun Buku "33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh", dosen FIB UI, sedang bertugas mengajar di Seoul, Korea Selatan

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply