» » Belajar Tidak Kagetan

Gunawan Handoko *)

MA’AF Bro, terpaksa saya bicara lewat tulisan. Bukan nggak mau ngomong langsung ke Ente, cuma sudah capek ngladenin Ente yang tiap hari selalu ngeluh dan ngeluh melulu. Padahal masalahnya sudah jelas, Ente nggak terpilih sebagai Caleg, titik.

Lewat tulisan ini saya berharap (bahkan yakin) Ente akan membacanya, semoga nggak cuma sepintas, tapi berulang-ulang. Jujur saja Bro, salah satu penyebab kenapa saya selalu menghilang, karena tiap kali di rumah selalu di rubung Ente-ente dengan agenda yang sama, curhat dan mengeluh karena suara Ente di maling kawan sendiri. Ente nggak sadar kan kalau kita sebenarnya senasib, sama-sama nggak terpilih dan sama-sama kehilangan suara.

Bedanya, saya nggak pernah berkeluh kesah seperti kalian. Saya juga heran, kenapa masih saja Ente curhatnya ke saya, padahal komentar saya nggak pernah berubah, selalu bilang sabar dan sabar. Semua pasti ada hikmahnya, Tuhan nggak pernah tidur, pasti punya rencana lain. Itu rahasia Tuhan dan kita semua nggak ada yang tahu. Syaratnya ya itu tadi, sabar dan tetap tawaqal serta berserah diri kepada-Nya.

Satu hal yang membuat saya gembira, karena Ente nggak pernah lagi bicara soal beban moral dan beban psikologis, malu. Kenapa mesti malu, malu sama siapa? Kita korupsi enggak, maling apa lagi. Yang wajib merasa malu justru mereka –teman-teman kita – yang perolehan suaranya terbanyak hasil dari transaksi jual beli, menggeser perolehan suara partai bahkan merampas. Tapi biarlah, bukankah sejak awal kita telah komitmen untuk tidak melakukan kecurangan sekecil apapun, termasuk jual beli suara apalagi sampai merubah dokumen C1 yang pada awalnya digadang-gadang sebagai dokumen yang mampu untuk mengantisipasi tindak kecurangan. Kita juga sepakat tidak akan menjual idealisme yang sudah kita bangun puluhan tahun lamanya hanya untuk meraih kursi Legislatif. Bukankah masih banyak tempat lain untuk kita mengabdi?

Sudahlah Bro, mulai sekarang nggak usah lagi bicara Caleg. Secara prosedural sudah selesai melalui pleno di KPU provinsi Lampung, meski hasilnya berlumur kepalsuan. Juga jangan bicara soal kredibilitas dan skill. Simpan aja skill itu di lemari. Ente terlalu hanyut dengan omongan orang bahwa Ente sosok yang cerdas, punya integritas, bermoral dan sebagainya, tapi kok nggak mau nyalon menjadi anggota Legislatif. Mereka nggak salah, idealnya memang begitu.

Apa jadinya bangsa ini kalau lembaga Legislatif di isi orang-orang bodoh yang nggak ngerti kerja politik. Pemimpin itu nggak bisa di cetak seperti kita membuat kue sagon, tapi harus melalui proses yang panjang dan kadang berliku. Pemimpin yang dipaksakan hanya akan menghabiskan uang rakyat, karena mereka nggak paham bagaimana cara mengelola keuangan yang benar. Saya dan juga Ente tempo hari sempat merasa tersinggung gara-gara omongan teman-teman bahwa ’pinter saja nggak cukup’, tanpa di dukung finansial. Kita lantas kompak menuduh mereka nggak mendukung perjuangan kita.

Untung salah satu teman senior berkirim sms, bunyinya : “Sorry Bro, tidak ada niat sedikitpun untuk melemahkan semangat Ente untuk nyaleg. Yakinlah, suatu saat jaman akan berubah walaupun hari ini negeri kita masih carut marut nggak keruan.”
Sekedar saran Bro, biar otakmu nggak strees, untuk sementara tinggalkan dulu yang namanya idealisme itu. Termasuk mempersoalkan undang-undang yang mengatur tentang Pemilu Legislatif, penyelenggara yang curang dan lembaga pengawasan yang mandul, termasuk teman seiring yang sanggup menggunting dalam lipatan. Lupakan semua itu, biarlah tangan Tuhan yang bekerja.

Sorry Bro, jangan ngajak berdebat lagi masalah sistem Pemilu proporsional terbuka ya? Tujuannya sangat baik, supaya orang-orang pinter seperti akademisi, kaum cerdik cendekiawan, mantan birokrat, para aktifis, dan mereka yang memiliki wawasan kebangsaan, bisa masuk ke lembaga Legislatif melalui Partai Politik. Sayangnya, kesempatan ini nggak dimanfaatkan oleh mereka-mereka ; ada kesan bahwa orang-orang pinter tadi nggak minat menjadi Legislator dengan berbagai alasan. Kalaupun ada yang berminat, jumlahnya sangat sedikit. Maka tidak salah jika peluang ini dimanfaatkan oleh kaum pengusaha yang nota bene memiliki kekuatan finansial untuk meraih kursi Legislatif melalui partai politik (Parpol).

Terjadilah laga politik yang nggak berimbang, antara kelompok politisi murni yang minim dana berhadapan dengan kelompok usahawan dengan dukungan finansial melimpah. Karena proses perolehan suara dalam Pemilu Legislatif lebih diwarnai dengan judi politik, pemenangnya tentu bisa di tebak dan politisi murni berjatuhan. Ente lantas mencak-mencak, karena perolehan suara di TPS yang sudah dituangkan di formulir C1 bisa berubah.

Siapa yang mengubahnya dan ke mana Panwaslu? Tapi memang ada yang benar-benar lucu walau bukan lawakan. Ketua KPU Lampung sempat menjaminkan lehernya jika lembaganya terlibat dalam tindak pidana kecurangan Pemilu. Boleh jadi Mas Nanang Trenggono sebagai ketua memang jujur, tapi tidak demikian halnya dengan penyelenggara di tingkat bawah, dari KPPS, PPS, PPK dan KPU kabupaten/kota. Dari proses penghitungan ulang untuk beberapa wilayah yang dicurigai terjadi kecurangan ternyata benar adanya. Diperkuat lagi dengan kaburnya ketua KPU kabupaten Lampung Tengah karena diduga menerima transfer dana dari Caleg, sebelum Pemilu Legislatif dilaksanakan. Artinya, suara pemilih bisa di pesan melalui KPU, para Caleg nggak harus repot-repot melakukan sosialisasi kepada calon pemilih. Coblosan yang dilaksanakan di TPS dan dihadiri oleh para saksi parpol hanya untuk memenuhi prosedural semata.

Bro, kita sudah sepakat untuk legowo dan tidak akan ikut-ikutan mengajukan gugatan atas kecurangan yang kita temukan. Biarlah ribuan lembar salinan formulir C1 ini sebagai dokumen pribadi, agar kelak cucu-cucu kita tahu bahwa Eyangnya pernah nyaleg meski gagal. Tapi untuk memberikan ucapan selamat kepada teman-teman kita yang dinyatakan terpilih terpaksa kita tunda dulu Bro. Jangan kaget Bro, ada kabar terbaru. KPU RI menunda pleno rekapitulasi dari KPU provinsi Lampung setelah didapati adanya 881 ribu pemilih siluman muncul di Lampung.

 Siapa lagi yang sedang bermain sulap dan siapa bakal menjadi korban?

*) Gunawan Handoko, Anggota Dewan Penasehat Partai Gerindra
Caleg DPRD Provinsi Dapil Lampung 3

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply